Selama saya di Jogja, saya sudah cukup terbiasa dengan “tounge switching” ala masyarakat Jawa. Tongue Switching itu maksudnya, berganti bahasa ketika berbicara dengan orang yang lebih tua / lebih dihormati. Jika tadinya berbicara dengan Jawa Ngoko, maka ketika berbicara dengan orang tua, atau orang yang dihormati, bahasanya berganti ke yang lebih halus (tapi sepertinya masih belum Kromo Inggil). *Tongue Switching* itu istilah saya sendiri, jadi gak usah cari di Wikipedia yah..
Hari Sabtu tanggal 20 lalu, saya justru terjebak sendiri dengan Tongue Switching ini. Waktu itu saya, ditemani Yodi mengirimkan sekotak kardus ganja kering ke kampung halaman saya. Selesai mengurus berkas administrasi dengan mbak – mbak di Kantor Pos, paket saya itu dibungkus dengan karung oleh seorang ibu – ibu. Karung itu juga di jahit setiap sudutnya agar lebih rapi. Setelah itu saya menuliskan alamat rumah saya di karung itu dengan spidol. Gratis? Hooo.. tentu saja.., kalau dia ibumu.. Kalau enggak, ya bayar.
[Updated – 1 Jan 2009 : Si Gilingan Cabe itu ternyata mengambil fotoku]
Karena dia adalah seorang ibu, maka saya pun otomatis melakukan Tongue Switching.
Saya : “Sampun Bu?” (*Sudah Bu?)
Si Ibu : “Inggih Mas” (*Iya Mas)
Saya : “Pinten Bu?” (menanyakan biayanya)
Si Ibu : “Sedhoso mawon mas..” (*sepuluh mas)
Saya : (saya bingung, sedhoso itu dalam bahasa Indonesia berapa ya? Maka saya pun bertanya) “Sedhoso niku pinten Bu?” Read More