Category: Bulha & Haran

Kuota Internet dan Program Sarjana

[Ilustrasi: Quinn Dombrowski – flickr.com/quinnanya]

Anto (nama samaran) sekarang kebetulan menggunakan ponsel yang bisa menggunakan 2 sim card. Seorang teman Anto, sebut saja namanya Luba Noto Gejayan, biasa disingkat Luba N.G, memiliki ponsel yang sama. Menurut Luba, sim card utama (untuk telpon dan SMS) mending dipisah saja dengan sim card khusus internetan. Jadinya bakal lebih murah katanya.

Tergiur cerita Luba, Anto mencoba mencari sim card prabayar lain khusus untuk paket internet. Mulailah Anto mencari informasinya di internet.

Selama ini Anto menggunakan kartu Halo Telkomsel (pascabayar). Informasi biaya paket internetannya cukup mudah dipahami. Bayar sekian, kuotanya maksimal sekian sebulan. Selesai. Tetapi tidak seperti itu di kartu prabayar. Anto baru tahu, ternyata untuk paket internet kartu prabayar, skemanya sangat rumit. Dan ini berlaku rata di semua operator (Telkomsel, XL, Indosat, Tri).

Begini contoh ilustrasinya:

  • Ada yang terlihat harganya lumayan, kuota (misal) 4,5 GB. Tapi ternyata 3GB nya untuk akses via ponsel, 1,5GB nya untuk akses via WiFi si operator, 2GB kuota hanya berlaku di jaringan 4G, sisanya di jaringan 3G/3.5G.
  • Ada yang harganya berbeda-beda di tiap lokasi. Dan sewaktu Anto membuka websitenya, lokasi Jakarta Selatan tidak ditemukan. Identifikasi menggunakan Geolocation di browser pun tidak berjalan, jadi Anto sama sekali tidak bisa cek harganya.
  • Ada yang berbeda berdasarkan waktu penggunaan. Kuota terlihat besar, tetapi ada pembagian waktu. Misal, total kuota 10GB. Jam 9-12 siang 2GB, jam 12 siang sampai jam 6 sore 1 GB, jam 6 sore sampai jam 12 malam 500 MB, sisanya jam 12 malam sampai jam 9 pagi, 6.5GB.
  • Dan ini yang paling pamungkas, ada yang gabungan dari 3 skema di atas. Luar biasa !

Skema ini makin diperumit dengan pilihan paket dengan nama berbeda-beda, dan masing-masing paket, beda-beda skema harga. Informasi ini pun susunan informasinya di website masing-masing bisa dibilang berantakan.

Memang ada saja orang yang dengan senang hati merangkum informasi ini dan menuliskannya di blog atau forum. Tapi ini tidak begitu membantu juga, karena skema paket dan harganya itu cepat sekali berubah. Informasi yang dirangkum di bulan Februari, sangat mungkin di bulan September sudah tidak berlaku.

Begitu Anto mencoba menyampaikan keluhannya ke para operator, jawaban mereka adalah “Ini hal yang bagus, Pak Anto. Justru dengan begitu banyaknya pilihan paket internet ini, pelanggan bisa bebas menentukan mana paket yang paling tepat bagi mereka.”

Anto merasa sedih. Dengan begitu banyaknya pilihan, bagaimana caranya dia bisa memilih mana paket internet yang paling pas untuknya. Akhirnya Anto berkonsultasi kembali dengan Luba.

Tips dari Luba singkat. Kuliah lagi saja. Program Studi S1 Ilmu Internetan, dengan gelar sarjana Sarjana Ilmu Internetan. Luba dulu mengambil kuliah ini. Ikut kelas malam, demi bisa mengerti dan menjadi ahli paket-paket internet dari operator telekomunikasi.

Awalnya Anto tidak percaya, sampai akhirnya Luba menunjukkan ijazah Sarja Ilmu Internet-nya. Ternyata Luba tidak bohong. Ijazahnya benar-benar ada. Nama Luba tertulis di situ, lengkap dengan gelarnya: Luba.NG, S.Ilit.

Tak Pindah Kota

[Ilustrasi: born1945 | flickr.com]

“Hubungan gue sama cowo gue itu ya sama aja kaya hubungan lo nyett”, ujar Irene sambil membereskan meja kerjanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam lebih. Sebagian besar karyawan di lantai ini sudah pulang. Tidak sampai 5 orang yang masih tersisa. Dengan hanya lampu penerangan di meja, wajah Haran hanya terlihat samar-samar di depan meja Iren.

“Kaya hubungan gue gimana? Gue gak punya pacar kok.” Haran mengarahkan wajahnya kepada Irene, sambil sesekali melirik layar laptopnya sendiri yang menampilkan tulisan “Windows is shutting down…”.

“Yee.. siapa yang bilang pacar?”
“Lah terus?”
“Kaya hubungan lo sama kota Jakarta. Kota yang lo bilang keparat. Gak ada kualitas hidup. Orang kecil cita-citanya jadi preman. Orang gede jadi makin kaya karena ngendaliin organisasi preman. Tapi nyatanya lo gak pindah kota juga kan? Tetap aja lo di sini.” Senyum di wajah Irene setengah mengejek. Seakan baru memenangkan lomba debat.

“Lo salah nyet. Gue gak pindah kota cuma karena satu hal aja sih.” Haran memasukkan laptopnya ke dalam laci. Dia tidak melirik Irene sama sekali kali ini.

“Apa?! Karir? Tempat hiburan? Bidang kerja lo gak ada di kota lain? Malu pulang kampung? Ahh.. basi nyett..” Irene menampikkan tangannya ke udara.

“Bukan nyet. Gue gak pindah kota, karena lo cuma mau tinggal di Jakarta.” Haran menatap lurus ke mata Irene.

“Ihh.. kenapa bawa-bawa gue?” Irene merasa dituduh. Raut wajahnya tampak tak suka. Makin terlihat jelas karena Irene sedang berusaha mengikat rambut panjangnya.

Haran terdiam, seperti baru menyadari apa yang dikatakannya. Ia menunduk, diam, seperti terdakwa yang baru divonis hukuman penjara. Tangannya kembali sibuk. Merapikan botol minum, logout Cisco, dan mengunci laci.

Lalu raut wajah Irene pun seketika berubah. Kedua tangannya melepaskan rambutnya yang belum terikat. Ia seperti baru mencerna apa yang dikatakan Haran.
“Eh.. Bentar..bentar. Maksud lo?” kali ini Irene yang berdiri kaku.

And the player gonna play..play..play..play.. –ponsel Irene berbunyi. Irene memang penggemar lagu Taylor Swift. Irene dan Haran melihat nama penelpon yang muncul. Sebuah nama pria. Pria yang belum pernah bertemu dengan Haran, dan memang tidak ingin Haran temui. Sesekali Irene menyinggung nama ini, walaupun Haran selalu tidak nyaman mendengarnya.

“Tuh cowo lo nelpon. Gue cabs ye nyet..” Haran mengambil ID Card karyawannya di atas meja, lalu berlalu bersama tas ransel dan laptopnya.

**akibat kebanyakan baca Short Story nya Billy K nih.

Para Gadis dan DNS Server

[Ilustrasi: Terry Chay | tychay – flickr.com]

“Eh nanti lunch di mall yuuk cyiin..”
“Yukk.. yuk.. Mumpung gue agak santai nih. Email gue sepi.”
“Jalan sekarang aja apa ya? Gue udah beres sih..”
“Yukk, cusss..”

Para gadis-gadis AE (Account Executive) sumringah bersiap berangkat ke mall. Hanya berjumlah 5 orang, mereka cukup menggunakan 1 mobil. Waktu masih menunjukkan pukul 11.15.

Tim IT yang berada dalam satu ruangan bersama mereka sibuk dengan urusannya masing-masing di laptopnya. Cuma melirik sekilas ke arah para AE lalu kembali sibuk dengan terminal console, kode HTML, atau kode-kode lain. Dasar geek.

“Cyiin.. Lo udah dapat email belum tentang materi banner yang baru?”
“Belum sih. Katanya mau dikirim siang ini.”
“Hmm.. Gue belum terima sih”

Mereka sudah kembali dari makan siang. Tim IT juga sudah duduk manis lagi. Mereka cukup puas makan di warteg belakang.

“Dikirim ntar sore juga gapapa kok. Itu materi bannernya gampang revisinya. Sepuluh menitan juga kelar ..”, salah satu tim IT menimpali.

“Waah.. thank youu Mass..!”, sahut salah satu AE girang.

Waktu menunjukkan pukul 2.30.

“Masih belum dikirim ya materi revisi banner nya?”
“Belum cyiin.. Dese’ sibuk kalik.”
“Gue sih emang seharian belum dapat email dari pagi. Ahh senang deh sekali-kali hidup gue tenang.. hehe”
“Eh, gue jugak belum ada email masuk sama sekali dari pagi”, mulai bingung
“Hah? Gue kira client gue doang yang lagi jinak. Lo semua juga gak dapat email masuk?”
“Mas, ini kenapa ya email kita?”

“Ya berarti Google nya lagi ngaco. Itu email kita host nya di Google. Ya gak bisa apa-apa kita.”, salah satu tim IT menjawab. Ia melihat laptopnya kembali. Aneh, tidak ada masalah dengan emailnya. Hmm.. Bodo’ ah. Kembali dengan kode HTML dan CSS nya.

Selang 10 menit.

“Ini aneh deh, Mas. Lo email masuk gak?” ujar salah satu AE sambil merapikan rambutnya yang terjuntai lurus seperti ekor kuda.

“Iya nih. Gue juga.”
“Gue jugak, Mas. Aneeh dehh.”

“Masuk kok. Tauk nih Google”, jawab seorang tim IT. Tapi mulai curiga. Oh iya, dia sadar, tim AE dan tim IT menggunakan alamat domain yang berbeda. Akhirnya mulai googling, apakah mungkin Google memperlakukan Google Apps for Domain berbeda-beda untuk tiap domain.

Wah, jangan-jangan DNS servernya mati lagi. Cek ke NS server domain tim AE, semua normal. Akhirnya cek ke Domain Control Panel. Matanya melotot melihat ke nameserver yang tertulis. Ohh iya.. Nameserver domain tim AE sudah bukan di server yang dia cek tadi. Kemarin malam dia menyatukan semua Nameserver di perusahaan itu ke satu tempat lain.

Eh, tapi domain yang dipakai tim IT sekarang kan menggunakan nameserver yang sama dengan domain yang dipakai tim AE. Berarti DNS server nya gak ada masalah dong. Dia ping, test NSLOOKUP, DIG. Iya bener, nyala, lancar jaya.

Ya sudah, dia mengambil gelas, hendak membuat kopi di pantry lantai satu. Selangkah kemudian terpikir. “Eh, MX record nya sudah bener kan ya?” Lalu duduk kembali.

Cek ke konfigurasi BIND, “Dyaaaaarrr…!”. Gak ada MX record sama sekali untuk domain yang dipakai para AE. Bos IT menghampiri.

“Bro, kenapa ya nih email cewek-cewek gak masuk. Gue bingung. Padahal Google Mail gak kenapa-napa tuh.”
Berbisik, “Iya bro. Kemarin kan kita jadiin semua nameserver di satu tempat. Nah gue lupa nambahin MX Record buat domain mereka. Hehe..”
Setengah berbisik, “Ahhh elahh.. Hahaha. Ngaco lo. Buruan tambahin.”

Para AE masih sibuk sendiri. Ada yang bergosip ria, ada yang BBM-an. Ada yang berkutat dengan MS Excel.

Selesai menambahkan MX Record, dia turun ke bawah. Membuat kopi.

15 menit kemudian kembali ke lantai atas.

“Gimana, masih belum ada email masuk?”, ujar si tim IT sambil berjalan ke mejanya dengan segelas kopi di tangan.

“Udaahh, Mas..!”
“Eeee.. resek nih client gue. Dia marah-marah katanya udah dikirim materi nya dari pagi, kenapa gak direvisi juga dari sekarang.. Ya mana gue tau, emang gak masuk kok emailnya. Gembel..!”
“Iya.., client gue juga. Emailnya baru masuk sekarang bilangnya dari pagi dikirim. Ya kalo urgent telpon aja nyeeeet..”

Salah satu tim IT tadi melirik bosnya, tersenyum, lalu menenggak kopinya, memasang earphone, mendengarkan lagu Rage Against The Machine, lalu kembali ke kode HTML dan CSS nya.

..semacam true story.

 

Cerita lain: Sulitnya membuat satu halaman website.

Kita Juga Menikmati Hasil Korupsi Pajak Loh

Malam itu Bulha dan Haran hanya tinggal berdua di salah satu pojok Hard Rock Cafe. Teman-teman mereka yang lain sudah pulang duluan. “Faktor U” kalau kata orang-orang. Sementara Bulha dan Haran masih menunggu penampilan band di cafe ini sekali lagi.

Seperti biasa, bulan Maret adalah bulan pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan). Sambil menunggu band kembali naik panggung, kedua warga Jakarta “kelas menengah ngehe” ini berbincang soal Pajak Penghasilan.

Bulha (B), Haran (H)

B: Lo udah kirim SPT bro?

H: Udah lah. Via online aja. Sekarang gampang kok. Lo udah?

B: Ah.., kalo gue sih gak mau laporin. Gak sudi gue. Gak rela gue gaji gue dipotong pajak. Toh ujung-ujungnya dikorupsi juga sama orang pajak.

H: Loh? Lo mau lapor ato enggak, ya tetep aja gaji lo udah dipotong.

B: Hah?? Kok bisa udah dipotong duluan? Ya gak bisa gitu dong Ran.

(Iya, ini yang sering orang salah kaprah. Dikira kalau habis laporin SPT, baru duitnya dipotong)

H: Yee.. Kan lo kerja di perusahaan nih. Tiap bulan gaji lo kan dipotong pajak penghasilan, dengan hitungan asumsi tahunan. Potongan PPh ini disetorin ke Dirjen Pajak oleh perusahaan atas nama lo. Perusahaan yang bantuin lo setorin pajak. Nah buktinya apa? Itu, lembar Bukti Potong Pajak. Form A apalah itu namanya. Itu yang dilaporin di SPT. Gitu loh Bul..

B: Ooo.. iya juga ya. Ahh.. tapi tetep aja gue benci sama mereka. Duit gue dipotong tiap bulan. Eh dikorupsi juga ujung-ujungnya. Kita-kita ini yang kerja mati-matian, mereka yang nikmatin. Ngehe lah.

H: Eh jangan salah. Bisa jadi, kita juga nikmatin hasil korupsi Bul.

B: Ya kagaklah.. Gue kan gak kerja di Pajak. Begimane caranye gue bisa ngorupsi duit pajak?

H: Emang lo pikir mereka korupsinya dengan ngambil duit orang-orang yang disetorin ke pajak?

Read More

Kelakuan Anggota DPR itu Salah Kita

PBTA : “Gila ya kelakuan anggota DPR itu. Korupsi miliaran. Ketahuan main cewek. Ada yang tidur waktu sidang MPR. Ada yang nonton video porno malah pas sidang. Sakit jiwa. Mau jadi apa negara ini..”

B: “Iya tuh. Tae lah mereka-mereka ini. Pokoknya jangan sampai Pemilu 2014 ini caleg-caleg biadab kaya gitu dipilih lagi. Rusak negara kita bro..!”

A: “Bener banget..!”

B: “Eh iya bro. Ngomong-ngomong ntar Pemilu, lo pilih caleg siapa bro?”

A: “Itu si Bulha bro. Yang dari PBT, Partai Bengkuang Terong itu bro.”

B: “Eh? Bagus ya orangnya? Apaan emang program kerjanya?”

A: “Emm.. kurang tahu sih. Tapi dia Batak bro.”

B: “Terus?”

A: “Ya.., biar ada lah bro anggota DPR itu dari Batak bro. Biar ada perwakilan kita. Hehehe..”

B : “Tapi bener gak tuh orangnya?”

A: “Ah elaaah bro.., udahlah yang penting dia Batak sama kaya kita.”

6 bulan kemudian, terdengar berita telah beredar video panas si Bulha dari Partai Bengkuang Terong. Selain itu, namanya bolak-balik disebut oleh saksi-saksi kunci di KPK dalam kasus korupsi tender pembangunan 100 pelabuhan baru di Indonesia. Gosipnya sebentar lagi dia akan ditetapkan sebagai tersangka.

Chauvinisme

Iya, dialog dan cerita di atas itu cuma fiksi, karangan saya sendiri. Tidak jarang dialog seperti itu terdengar di telinga saya. Mereka yang mencaci maki kelakuan anggota DPR, mereka jugalah yang memilih anggota-anggota DPR yang tidak kompeten itu hanya atas dasar kesamaan SARA. Entah satu suku, satu agama, satu kelompok di ormas, tetangga rumah, dll. Contoh di atas saya gunakan suku Batak. Tinggal ganti saja Batak ini dengan kelompok lain. Bisa diganti Betawi, China, Padang, Ambon, Bugis, dll. Atau bisa diganti “Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konghucu”. Kalau tidak salah hal seperti ini bisa disebut chaunivisme, fanatik berlebihan terhadap suatu kelompok.

Tapi memang ini berhubungan dengan naluri alamiah manusia. Jika kelompok Nanas berada di tengah-tengah mayoritas kelompok Kangkung, maka kelompok Nanas akan cenderung memilih anggota mereka sendiri sebagai perwakilan. Karena, orang yang dipilih ini, separah-parahnya dia, pasti tidak akan mungkin membiarkan kelompok Nanas “ditindas/disepelekan/diacuhkan” oleh kelompok Kangkung, karena dia sendiri kelompok Nanas.

Walaupun kenyataannya yang terjadi  adalah, terlepas siapa yang mayoritas, entah Kangkung atau Nanas, perwakilan dari kelompok Nanas dan Kangkung ini sama-sama tertangkap KPK, sama-sama beredar video/foto panasnya, sama-sama ingkar janji, dan bobo-bareng waktu sidang paripurna.

Kalau kita juga seperti si A dan B di dialog di atas. Maka kelakuan anggota DPR itu ya salah kita.

CATATAN: Pengen tahu kenapa Bulha dari PBT ingin jadi anggota DPRD? Ini alasannya.

Macet-Macet Jakarta dan Kencing di Tangga Halte

bulha-haranWalau bergoyang-goyang kesana kemari, Bulha dan Haran tetap asyik bercerita di dalam bis TransJakarta koridor VIII yang penuh sesak di pagi hari. Begitu sesaknya hingga mereka berdua tidak mendapat kursi, dan harus berdiri. Tetapi berbeda dengan Bulha yang berpegangan dengan kedua tangan, Haran hanya berpegangan dengan satu tangan. Entah apa isi tas plastik di tangan satunya hingga ia tak rela melepasnya. Dan topik kemacetan pun menjadi pengisi obrolan pengalih rasa letih mereka.

Haran: Gue gak ngerti deh Bul dengan Jakarta ini, tiap hari makin macet aja gue lihat.

Bulha: Iya, ini cuma mau dari Lebak Bulus ke ITC Permata Hijau aja udah setengah jam gak sampai-sampai. Gak gerak gini.

Haran: Gue yakin, pasti ini karena makin banyak kendaraan baru. Terang aja makin macet jalanan.

Bulha: Ya.., gimana ya Ran. Itu kan hak orang juga mau beli kendaraan. Masa mau dilarang.

Haran: Ya gak dilarang Bul. Tapi kan mbok ya penduduk Jakarta ini punya kesadaran. Kalau semua orang satu-satu bawa mobil sendiri-sendiri ya terang aja gak gerak gini jalanan.

Bulha: Ya terus kalau gak punya kendaraan mereka mau naik apa Bul? Naik karpet gitu, kaya Aladin maksud lo?

Haran: Bukan Bul.. Ya naek kendaraan umum lah. MetroMini, Kopaja AC, atau kaya kita gini, naik TransJakarta. Kalau kata ahli-ahli di Eropa sono, negara yang maju itu bukan negara di mana penduduknya bawa mobil sendiri-sendiri, tapi justru negara yang penduduknya pada make transportasi publik.

Bulha: Ahh.., tapi kan lo tau sendiri Ran. Naik angkutan publik di Jakarta ini kan tersiksa. MetroMini banyak yang ngamen, copet, penodong, ugal-ugalan. Kopaja AC mendingan, tapi bisnya masih jarang-jarang. Bisa lumutan ditungguin. TransJakarta? Beuhhh.. Ya kaya kita gini, jadi ikan asin deh tiap pagi.

Haran: Ya.. memang gak super nyaman lah Bul. Tapi kan pelan-pelan dong. Ini masalah faktor kebiasaan aja kok Bul. Toh bisnya juga diperbanyak terus kok. Dasar mental penduduk nya aja yang egois.

Bulha: Ahh, entahlah Ran. Pemerintah juga aneh sih, malah ngeluarin “mobil murah” lagi. Aneh

Haran: Nah iya tuh.. Mobil harga normal aja masih rame yang beli, apalagi ada program mobil murah. Sakit jiwa nih pemerintah.

(terdengar suara pengumuman dari loudspeaker TransJakarta, “Pemberhentian selanjutnya, halte Permata Hijau. Perhatikan barang bawaan anda, dan hati-hatilah melangkah.” Bulha dan Haran pun buru-buru keluar.)

Haran: Ohh… kamprettt..! Tas plastik gue jatoh deh kayaknya pas rebutan keluar tadi. Arghh..! Kemana ya??

Bulha: Hah? Gak lihat tadi gue. Udahlah, tas plastik gitu doang.

Haran: Enaaak aja. Bukan masalah tasnya Bul. Itu isinya yang penting.

Bulha: Apaan emang isinya?

Haran: Semaleman gue begadang. Lagi ngebandingin spek mobil keluaran Suzuki, Toyota sama Honda. Program mobil murah itu looh. Kan sekarang sudah lumayan terjangkaulah lah cicilannya. Jadi gue mau beli Bul. Nah di tas plastik itu lengkap perbandingan spesifikasi sama detail hitung-hitungan cicilannya.

Bulha: (bengong, sambil melirik tas plastik Haran terselip di bawah tangga halte)

Haran: Ahhh.. sialan.. Mana nanti sore gue mau ke showroom lagi. Kamprettt, kamprett..!

Bulha: (membuka ritsleting celananya)  Ran..!

Haran: Hah. Kenapa? (belum sadar apa yang terjadi)

Bulha: (mengencingi tas plastik Haran) Dapat salam Ran dari “ahli-ahli di Eropa” ..

Haran: (melihat ke bawah tangga halte) #*=^)%~$ <#@ !!!!

 

Catatan:

Haran ini mewakili sebagian warga Jakarta yang getol teriak-teriak Jakarta makin macet, terlalu banyak mobil pribadi, kampanye penggunaan angkutan publik, dan terus menyalahkan pemerintah, tapi sambil memesan mobil idamannya di showroom.

Lihat dialog Bulha dan Haran lainnya.

Direktur, CEO, Komisaris, Pemilik Saham dan Nasib Karyawan

Di sela waktu yang sedikit senggang menjelang jam pulang kantor, Bulha dan Haran ngabur sebentar buat jajan siomay di gang sempit sebelah kantor mereka. Seperti kelas menengah lainnya di Jakarta, obrolan tentang karir sering keluar di waktu – waktu seperti ini.

Bulha: Ran, gue pikir jadi karyawan di perusahaan gede bakal enak. Ternyata gak ya.

Haran: Gak enak gimana ?

Bulha: Duitnya sih lumayan, tapi tiap hari jantungan terus. Si bos mau ini itu dadakan mulu.

Haran: Ya.., tapi kan bos lo juga diteken sama bosnya lagi. Mau gimana lagi Bul, itu terusan.

Bulha: Jadi gue harus ngejar jadi direktur IT kali ya bro, baru hidup gue enak. Gaji gede, nyuruh-nyuruh anak buah. Biar deh mereka pusing.

Haran: Yakin lo? Lo pikir direktur IT lo gak diteken sama CEO buat neken budget, zero error, bukti impact IT ke bisnis. Belum lagi kalo CEO nya mikir IT itu cuma support function, cost centre, alias ngabisin duit. Pusing juga dia Bul.

Bulha: Nah, kalau ngejar jadi CEO kapan jadinya gue. Pindah ke perusahaan agak kecil kali ya, biar lebih mudah jadi CEO? Kalau jadi CEO atau direktur utama udah enak kan. Gak ada lagi yang nyuruh-nyuruh. Bebas. Duit juga gede pasti ya Ran?

Haran: CEO itu karyawan juga Bul. Yang ngasih perintah ke dia itu para komisaris, perwakilannya pemegang saham. Lebih gak enak lagi dia. Komisaris cuma bilang “pokoknya kenaikan sales tahun ini harus bisa 15%, harus berhasil juga ngeluasin pasar ke Malaysia”. Simpel kan, permintaan komisaris cuma 2 aja, tapi ya untuk ngejalanin 2 itu CEO nya harus jungkir balik siang malam, termasuk ngejungkir balikin direktur IT, direktur Finance, direktur HR, semua direktur deh. Nah lo yang paling ujung dijungkir balikin plus dibanting-banting deh Bul. Hehehe..

Bulha : Haha.. iya banget tuh Ran. Ahh.. nyesel juga gue dulu waktu muda gak serius bikin usaha. Kalau bikin perusahaan sendiri, baru deh tuh enak ya Ran. Gue yang punya, siapa yang mau merintah gue. Gak ada komisaris-komisarisan. Suka-suka gue. Telat gak ya bikin usaha sekarang Ran?

Haran: Siapa bilang pengusaha gak ada yang pusing Bul? Pengusaha itu juga banyak yang nekan. Mulai dari client yang gak mau tahu, komplain mulu. Urusan pajak, urusan ijin sama pemerintah. Oknum-oknum ormas atau preman yang minta jatah THR, atau ngancem macem-macem. Belum lagi kalau project atau orderan lagi sepi, karyawan harus tetap gajian. Tiap tahun karyawan pasti maunya gajinya naik kan, padahal belum tentu omzet naik Bul.

Bulha: Ahhh.. iya juga sih Ran ya. Eh, berarti memang yang paling enak yang punya saham dong ya. Kerja kagak, diperintah kagak, tapi tetep dapat duit. Pemilik-pemilik saham ini dong yang sebenarnya punya kuasa paling tinggi Ran.

Haran: Bisa dibilang gitu.

Bulha: Kalo gitu, gimana caranya biar jadi pemilik saham Ran?

Haran: Ya beli sahamnya. Paling gampang beli yang di bursa saham. Tinggal bikin akun di broker saham, setor duit, beli deh.

Bulha: Lohh.., gampang banget ya. Udah gitu tiap tahun dapat duit deviden lagi ya? Mending gue berhenti kerja aja dong Ran. Tabungan gue, gue beliin saham aja semua. Gajian sekali setahun kalau gede kan lumayan. Ya gak Ran? Hehehe

Haran: Ya kalau tabungan lo gede banget ya bisa Bul.

Bulha: Hah? Gimana maksud lo?

Haran: Contoh aja saham Unilever. Devidennya tahun 2012 sekitar 600 perak per lembar. Harga sahamnya 20 rebu perlembar.

Bulha: Oke.. Terus?

Haran: Nah kan rencananya lo berhenti kerja, terus dapet duit pertahun dari deviden saham. Nah anggep aja gaji lo sekarang 10 juta per bulan ya. Berarti sebagai gantinya, paling gak lo dapat 120juta setahun kan. Buat dapetin 120juta rupiah deviden, berarti lo harus punya saham Unilever 200ribu lembar. Nah buat beli 200ribu lembar saham Unilever itu butuh duit 20.000 x 200.000. Yaituuu..?

Bulha: Eem.. emm.. emmpat milliar??

Haran: Yoih bro.

Bulha: Darimana gue bisa punya duit 4 miliar buat beli saham??

Haran: Ya lo kerja yang bener sono. Kalau tiap jam setengah lima sore ngabur jajan siomay ya boro-boro jadi komisaris atau CEO, gak di-SP aja udah mending lo Bul. Kebanyakan ngayal lo ah.. Hahaha

Bulha: Taee..

CATATAN: Bulha dan Haran ini tokoh fiktif yang saya ciptakan khusus untuk blog ini. Silahkan lihat dialog-dialog mereka yang lain. Selamat hari Jumat bung.

Mengapa Bulha Menjadi Anggota DPRD

Berikut profil Bulha :
Profesi : Pemilik saham di berbagai bisnis kecil dan menengah (ternak lele, toko handphone, developer rumah, warnet, dll).
Non-Profesi : Aktif di berbagai organisasi keagamaan, dan kepemudaan.
Status : Beristri, anak 1.
Lingkaran sosial : Dekat dengan berbagai tokoh penting di berbagai lapisan (berkat kemampuan bersosialisasi dan keaktifkan di berbagai organisasi).

Singkat cerita, Bulha akhirnya menjadi anggota DPRD.

Sekarang Bulha sudah resmi jadi anggota DPRD. Kabar yang beredar tidak sedikit uang yang dikeluarkan untuk meloloskannya menduduki kursi empuk ini.
Bisnis ternak lele Bulha sebenarnya jalan, tapi stagnan, tidak berkembang banyak 3 tahun terakhir. Dia harus putar otak untuk mengembangkan bisnis ini.

Di DPRD sendiri terjadi pembahasan Perda tentang keharusan untuk seluruh kantor pemerintahan di daerah tingkat II (kotamadya/kabupaten) agar menyediakan makan siang bagi karyawan di kantor.
Alasannya : demi efisiensi waktu kerja. Sumber anggaran : APBD. Tentu saja makan siang ini tidak akan dilakukan oleh karyawan sendiri, tetapi dikontrakkan ke pihak ketiga (catering). Proses ini harus melalui tender terbuka, dan akan di-review tiap tahun. Darimana ide untuk membuat Perda ini datang? Tidak jelas, tetapi detail berikut mungkin bisa mengindikasikan darimana datangnya ide ini.

Rekan Bulha sesama anggota DPRD, ada yang punya bisnis desain interior, ada yang punya bisnis catering dan ada yang punya bisnis pengiriman barang. Bersama – sama mereka bekerja keras agar Perda ini jadi diloloskan oleh DPRD. Jika Perda ini lolos, mereka bisa mendapatkan keuntungan besar, detailnya :

  • Si pemilik  desain interior : Perusahaannya digunakan sebagai kontraktor untuk mendesain semua ruang makan di semua kantor pemerintah di wilayah mereka.
  • Si pemilik bisnis catering : Jelas, menjadi kontraktor penyedia makan siang.
  • Si pemilik bisnis pengiriman barang : Menjadi kontraktor pengiriman makan siang.
  • Bulha : Menjadi supplier ikan lele ke pemilik catering, karena mereka sudah mencapai kesepakatan bahwa ikan lele akan dijadikan menu wajib 3x seminggu.

Rekan – rekan Bulha yang lain pun semangat mendukung perda ini. Mereka tidak punya bisnis yang relevan dengan proyek ini. Tetapi mereka masih bisa mendapatkan keuntungan dari cara berikut :

  • Catering sudah ada yang pegang, tetapi orang yang mengerjakan (mulai dari menurunkan dari mobil boks, menyiapkan ruang makan, sampai dengan membersihkan peralatan makan) belum ada. Rencananya ini akan di-tenderkan ke kontraktor.
  • Proses pemilihan kontraktor ini tentu dengan tender terbuka. Nah disinilah rekan – rekan Bulha beraksi. Setiap kontraktor yang ikut tender, pasti ingin memenangkan proyek ini, karena anggarannya besar sekali. Jadi mereka akan mendekati rekan – rekan Bulha ini agar mereka bisa jadi pemenang tender. Garis besarnya, rekan – rekan Bulha ini akan mendapatkan komisi dari perusahaan yang memenangkan proyek ini.

Hambatan? Tentu akan ada peraturan yang menghalangi agar bisnis yang dimiliki anggota DPRD tidak boleh ikut tender, karena akan terjadi conflict of interest. Bagi Bulha dkk, hal ini tidak akan jadi masalah. Bukti kepemilikan bisnis tersebut adalah akta perusahaan dan dokumen – dokumen pendukung lainnya. Tinggal diganti menjadi nama istri adiknya, nama sepupu iparnya, nama teman menantunya dll. Beres.

Win – win kan? Anggota DPRD pengusung perda dapat proyek, rekan yang lain dapat komisi (sekaligus nantinya akan dapat dukungan di usulan perda lainnya), dan pegawai semua kantor pemerintahan di tingkat II akan mendapatkan makan siang gratis.

Jika ada yang berani mengusik “kegiatan gotong-royong” ini, maka yang mengusik ini akan diadu dengan pegawai pemda tingkat II yang senang karena dapat makan siang gratis. Mereka yang berusaha mengorek – ngorek “kegiatan” ini, akan beradu di media. Si pengusik akan mengusung “ini anggaran yang tidak perlu”, dan pegawai pemda tingkat II yang “bersahabat” dengan anggota DPR tadi akan mengusung “gaji kami kecil, wajar kami dibantu makan siang dari pemerintah”.

Nah kalau sudah sampai di media, balik lagi. Apakah pemilik media ini punya afiliasi tertentu dengan anggota DPRD tadi? Kalau iya, proyek ini akan dicitrakan positif, kalau perlu Bupati nya dicitrakan sebagai pahlawan, karena memperhatikan kesejahteraan karyawan di pemda. Timbal baliknya? Di pemilu, Bupati akan menggiring suara ke kelompok yang berafiliasi ke pemilik media ini. Win-win lagi toh?

Perda (yang berujung pada program kerja) bisa dibuat Bulha, dkk agar ada proyek ini, yang penting program ini terlihat bagus di mata masyarakat awam, walaupun programnya sebenarnya tidak penting ataupun lebay. Misal : Wajib ber-peci bagi seluruh siswa SD-SMA dan PNS, pembuatan buku panduan beribadah bagi semua agama, pembelian 100 unit excavator untuk SMK, pembangunan 2000 pos kamling, dll.

Proyek – proyek seperti yang dilakukan Bulha dkk ini, tidak hanya bisa dilakukan untuk kegiatan yang mengada-ngada. Untuk kegiatan yang memang pro masyarakat pun proses di atas bisa dilakukan. Contoh : Pembangunan 50 Puskesmas baru, pembangunan jalan lintas kabupaten, pembuatan sistem e-procurement, dll.

Bagi Bulha dan teman – temannya di DPRD, memang itulah alasan mereka masuk jadi anggota dewan, untuk proyek – proyek ini.

**Bulha dan cerita di atas cuma khayalan. Ini versi singkatnya. Ini belum lagi mengaitkannya dengan jatah menteri dan parpol yang menguasai. Tapi kurang lebih begitulah pandangan saya tentang seperti apa sebenarnya kegiatan sebagian wakil – wakil rakyat itu. Atau jangan – jangan justru semua yang mau menjadi anggota dewan punya alasan yang sama dengan Bulha?

Programmer Sukses

Bulha sedang menunggu pesanan sego kucing dan es tehnya ketika seorang gadis yang membawa kamera DSLR, dengan tas ransel di pundak, kaos oblong, dan celana jins pendek mendekatinya lalu duduk di sampingnya. Lokasi mereka nongkrong memang cocok untuk mengabadikan apa yang terlihat di depan Monumen Serangan Umum 1 Maret, yaitu di depan Kantor Pos perempatan alun – alun utara, Jogja.

Bermaksud mengisi kesunyian karena Haran tak kunjung datang, Bulha bertegur sapa dengan gadis ini.

Bulha : Wah.. fotografer nih mbak?

Si Mbak : Ahh.. enggak kok. Cuma hobi aja. Keliling – keliling nyari objek bagus. Ini juga baru belajar.

Bulha : Oo.. Potongannya udah cocok lho mbak jadi fotografer profesional.

Si Mbak : (Tersenyum seraya membidikkan lensa kameranya ke arah turis domestik berwujud alay yang sedang heboh berfoto ria di depan monumen bersejarah itu.)

Bulha : Emang kerja dimana mbak?

Si Mbak : Oh.. saya programmer kok mas. Freelance.

Bulha : Emm.., sama kaya saya dulu. Dulu saya freelance juga di Jogja. Tapi sekarang kerja di Jakarta, programmer di bank swasta.

Si Mbak : Whuee.. asoy tuh gajinya, ha..ha..

Bulha : Gak juga standar kok. Eh, freelance sendirian ato ada timnya, Mbak?

Si Mbak : Sendiri aja. Tapi kadang kalo loadnya berat, ya di outsource ke temen – temen freelancer lainnya juga. Terutama desain. Selera desain saya jelek.., he..he.. (lalu memanggil si empunya angkringan, memesan susu jahe).

Bulha : Kenapa gak bikin tim aja, Mbak?

Si Mbak : Buat apa?

Bulha : Ya.., nanti kan bisa jadi lebih besar resource nya.

Si Mbak : Terus?

Bulha : Ya terus bisa ngambil proyek lebih banyak lagi. Gak kecapekan.

Si Mbak : Proyek lebih banyak buat apa?

Bulha : Ya biar pendapatan makin gede. Ntar bisa jadi perusahaan malah.

Si Mbak : Lah terus?

Bulha : Nah.., kalau udah jadi perusahaan kan enak. Ada timnya sendiri, punya anak buah. Sistemnya udah bekerja.

Si Mbak : Kalau sistem udah bekerja?

Bulha : Nah Mbak kan bisa jadi lebih nyantai. Bisa nerusin hobi fotografi. Keliling – keliling nyari objek bagus, nongkrong di angkringan sambil minum susu jahe..

Si Mbak : Lah ini saya lagi ngapain? (saat membidikkan kameranya, si empunya angkringan mengantarkan susu jahe pesanannya).

Bulha : *bengong*

Cuma sekadar sudut pandang lain. Hidupmu, pilihanmu.

NB : Cerita ini saya dengar dari kakak saya, tidak tahu siapa yang menulis aslinya. Cerita aslinya tentang nelayan. Saya sesuaikan jadi bertema IT.

Komputer, Komputer dan Komputer Lagi

Bulha dan Haran duduk di pinggir jembatan baru di bilangan Pogung Kidul. Sebuah jembatan baru yang menghubungkan jalan di sepanjang selokan Mataram dengan Jalan Monjali.  Sambil sesekali nge-Plurk via handphone Motorla c650 nya, Haran menampakkan mimik wajah yang gelisah. Sepertinya ada beban berat yang ingin diungkapkannya kepada Bulha.

Haran : “Bul, kok aku rasane pengen unplugged dari dunia komputer yo..”

Bulha : “Lah ngopo-e Ran?”

Haran : “Bosan, dab..! Gini deh.. aku tanya kamu sekarang. Kerjamu apa?”

Bulha : “Programmer..”

Haran : “Hobimu apa?”

Bulha : “Mmm.. main game online.”

Haran : “Kalo ada waktu senggang kamu ngapain?”

Bulha : “Biasanya sih ngerancang arsitektur web yang pengen kubuat.. Kalo enggak bikin sampler di Fruity Loop”

Haran : “Kamu gak pernah sosialisasi sama orang po?”

Bulha : “Ya pernahlah.. Hampir tiap saat malah.. Lewat Facebook, Plurk, Twitter, YM.. Macem – macemlah, dab.. Toh pacarku juga kerjanya graphic desainer, jadi kita selalu komunikasi via YM. Gak ada masalah tuh.”

Haran : (menirukan icon DOH nya Plurk) “Itu yang tak maksud.. Semua waktumu diisi dengan komputer..”

Bulha : “Ya.. ya.. gak juga. Tapi kan emang kerjaku programmer. Jadi tiap hari di depan komputer, ya aktifitasku jelas seputar itu dong.. Tapi kalo libur kan aku bisa bermain dengan duniaku sendiri..”

Haran : “Emang kalo lagi liburan kamu ngapain?”

Bulha : “Resolusi ku untuk liburan tahun ini sama dengan tahun kemarin, belajar seni..” (diucapkan dengan gaya yang mantap, pede, dan berapi – api, mirip kaya teman – temannya yang ikut MLM)

Haran : “Wuah.. Boleh tuh resolusinya.. Seni opo ki dab? Bikin band reggae, kursus nari ato apa nih?”

Bulha : “Yo ora lah.. Aku sudah ngerencanain, nanti setiap libur di tengah tahun pertama ini aku bakal belajar disain bergaya Realism dengan The Gimp sama Inkscape, nah tengah tahun kedua aku belajar seni Surrealism lewat animasi dengan Flash”

Haran : “Arrghhh.. Iki sing tak maksud tadi.. Kerja di komputer, hobi di komputer, kalo ada waktu senggang main komputer, sosialisasi via komputer, menghabiskan waktu liburan dengan komputer.. Kalo valentin-an, ngirim icon Coklat ke pacarmu lewat Facebook, kalo temen ulang tahun, ngasih gambar kue ultah lewat email.. Edan kowe ki..!” Read More

Dialog Kenyataan

[Suasana yang sangat terasa berbeda ketika pulang kampung adalah dialog – dialog khasnya]

*ilustrasi, saduran dari berbagai dialog

Bulha : “Ran.. Wuaah.. Akhirnya pulang kampung juga kamu.”

Haran : “Iya Bul, kangen rumah. Eh, denger – denger anak si Mimin dah jadi PNS sekarang ?”

Bulha : “Iya.. Kan si Mimin dah lama nabung.”

Haran : “Nabung? Emang kalo nabung di Bank ada undian hadiahnya bebas tes PNS ?”

Bulha : “Ya enggak.., kalo dia gak nabung dari dulu, mau cari duit darimana dia buat “melicinkan” proses masuk anaknya si Mimin itu”.

Haran : “Waduhh.. Segitunya, beneran ?”

Bulha : “Ya iyalah.. Investasi itu namanya.. Coba aja itung, dengan model 30jutaan, hidup mu dan anak – anakmu terjamin seumur hidup. Walopun kecil, tapi pasti.”

Haran : “Investasi yang balik modalnya lebih pasti ya? He..he..”

Bulha : “Iya.. Soalnya kalo ngelicinin masuk TNI ato POLRI kan pasarannya kurang lebih sama. Tapi, ntar bisa aja suatu saat dikirim perang atau tugas di daerah konflik kan? Terus, harus kasih “uang penjamin” lagi biar gak dikirim ke daerah konflik.” Read More