Tag: android

Novel-Novel Thriller Indonesia

[Ilustrasi: pexels.com]

UPDATE: Saya akhirnya menulis novel saya sendiri di genre ini. Judulnya BISUK, bisa dibaca di Wattpad, gratis kok.

Kalau ditanya soal film, saya senang genre thriller yang penuh intrik politik, “detektif-detektifan”, mafia, perebutan kekuasaan dan plot twist yang tak terduga. Contohnya seperti film Game of Thrones, House of Card, The Godfather, The Good Fellas, Billions, Designated Survivor, The Wire, Miss Sloane, dkk. Sayangnya, di Indonesia jarang sekali ada film bergenre seperti ini. Setahu saya (film modern) Indonesia yang bergenre seperti ini paling-paling cuma film “2014: Siapa di Atas Presiden?

Karena film Indonesia jarang yang bergenre seperti ini, akhirnya saya memutuskan berganti ke novel. Ternyata novel bergenre seperti ini pun jarang ada. Saya awalnya hanya tahu 2 novel karya Tere Liye saja yang masuk kriteria saya ini: Negeri di Ujung Tanduk, dan Negeri Para Bedebah. Cukup lumayan plotnya. Saya cuma kurang cocok di gaya bahasanya yang terlalu kaku. Mungkin niatnya nyeni gitu ya. Maklumlah, saya bukan pecinta sastra yang sampai gimana gitu.

Belakangan saya tahu ada novel Indonesia berjudul Sudut Mati karya Tsugaeda. Lumayan, tapi masih kurang nendang. Akhirnya saya baca novel pertamanya, Rencana Besar. Nah ini baru sesuai ekspektasi saya. Plot twistnya saya suka. Temanya juga gak umum, corporate-thriller gitu kalau bisa saya sebut. Selain itu ada intrik politik dengan serikat buruh. Keren.

Saya masih penasaran dengan novel-novel Indonesia lain. Ternyata ada yang temanya thriller, tapi berbau IT. Read More

Hati-Hati ROM “Palsu” Xiaomi Redmi Note 3

Sewaktu saya membeli Xiaomi Redmi Note 3, importir besar seperti Era Jaya belum menjual produk ini. Jadi yang saya beli di pusat perbelanjaan itu barang palsu? Ya.., enggak juga. Kalau kata orang-orang ini masih “versi distributor”, bukan yang garansi resmi dari Xiaomi. Walaupun kalau kita nanya di toko-toko yang menjual produk dari “distributor” ini, pasti dibilang “Ini resmi kok. Ada service center resminya.”

Waktu itu saya beli Redmi Note 3 yang RAM 2GB. Prosesornya Mediatek ya, bukan yang Qualcomm. Karena ternyata ada 2 jenis. Beda prosesor.

Salah satu yang membuat saya agak curiga dengan ponsel ini adalah beberapa aplikasinya tidak bisa berjalan. Misalnya fitur Themes, fitur Fonts, dll. Pokoknya yang butuh koneksi dengan Xiaomi lah. Selain itu cek updatenya juga gagal.

Kalau tidak salah versi ROM yang saya pakai waktu itu (kalau tidak salah) 7.2.16. Saya lihat di webnya MIUI, versi terbaru ROM nya adalah 7.2.30. Saya bingung kenapa saya coba update dengan aplikasi bawaannya Updater, kok gagal?

Akhirnya saya download saya file ROM-nya. Lumayan gede, sekitar 800-an MB. Lalu saya coba install dari menu Updater dengan menggunakan “Choose Package”. Tapi ROM nya tidak dikenali, gagal juga. Selalu keluar error “Can’t verify update“. Mencurigakan.

Baru setelah itu saya baca-baca di forum MIUI, ternyata ada beberapa laporan yang bilang kalau ROM versi 7.2.16 itu masih versi abal-abal dari distributor, bukan resmi dari Xiaomi. Ooo.., sepertinya ini yang membuat banyak fitur yang saya coba gunakan gagal.

Akhirnya saya instal ROM versi resmi dari MIUI nya. Caranya agak ribet sih. Apalagi saya tidak memiliki komputer dengan sistem operasi minimal Windows 7. Kalau pakai Mac OS? Hmmm… Lupain deh.

Menggunakan laptop seorang teman, akhirnya saya berhasil melakukan “flash” ulang ROM Redmi Note 3 saya dengan versi resmi dari Xiaomi. Versinya 7.2.3.0.

Tampaknya memang ROM sebelumnya memang abal-abal. Setelah menggunakan ROM resmi ini, saya merasa keseluruhan aplikasi dan fitur di ponsel saya menjadi lebih “smooth”. Entahlah, kalau cuma persepsi aja ya. Yang jelas fitur Theme, Font, Updater, dll di sini sudah berjalan normal. Apalagi belakangan saya pun bisa upgrade lagi ke ROM terbaru dari Xiaomi, versi 7.2.5.0 secara OTA (Over the Air).

Kalian gimana? Pake Redmi Note 3 yang versi ROM abal-abal, atau sudah yang resmi dari MIUI?

Habis Reset Android atau Ganti Ponsel Baru, Begini Cara Mindahin WhatsApp-nya

[Foto: santaolalla | flickr.com]

Setelah reset Android atau ganti ke ponsel Android baru, biasanya pasti mulai install-install lagi kan? Umumnya salah aplikasi yang wajib di-instal itu WhatsApp. Tapi seringkali, habis install terus baru inget, laah.. kemana percakapan (chat) yang kemarin ya? Kok jadi kosong semua gini. Padahal kadangkala ada saja beberapa pesan penting di dalamnya yang masih kita perlukan. Entah itu pesan teks, gambar ataupun video.

Backup WhatsApp ke Google Drive? Bisa sih.. Tapi kalau isinya udah banyak (video, gambar, teks) dan udah lama, besarnya bisa ratusan MB. Lumayan kan kalau harus ngupload segitu langsung dari ponsel ke internet?

Sebenarnya masih ada cara lainnya, dan ini gak perlu lewat internet, yang penting prasyarat 3 ini ada semua:

  1. Ponselnya (iya lah ya..)
  2. Kabel data
  3. Komputer (bisa Windows, Mac, ataupun Linux)

Caranya?

Singkatnya.

  1. Backup Chat di WhatsApp, hapus file yang tidak perlu, folder WhatsApp nya di-zip, terus pindahin ke komputer.
  2. File zip dari folder WhatsApp tadi di copy balik ke ponsel baru ataupun di ponsel yang baru di-reset tadi. Ekstrak. Pastikan struktur foldernya benar (PhoneStorage – WhatsApp – file2 lainnya), bukan seperti ini : PhoneStorage – WhatsApp – WhatsApp – file2 lainnya.
  3. Install WhatsApp. Nanti file backup ini akan dikenali otomatis.
  4. Restore.
  5. Kelar deh.

Kurang detail? Nyoh, baca aja di Labana.ID.

Xiaomi Redmi Note 3 – Tidak Perlu Earphone atau Headset untuk Mendengarkan Radio FM

Beberapa alasan sederhana membuat saya pindah dari Asus Zenfone 2 ke Xiaomi Redmi Note 3. Tentunya alasan selain 7x bolak-balik ke service center Asus sih.

Belakangan saya menemukan alasan lain kenapa saya menyukai ponsel ini. Ternyata tak saya tidak perlu mencolokkan headset/earphone ke ponsel ini untuk mendengarkan radio FM. (Bukan radio internet loh ya). Bukan fitur penting sih, tapi kadangkala saya ada di situasi di mana headset, earphone ataupun colokan speaker dengan jack 3.5mm susah dijangkau. Di saat seperti ini fitur ini sangat berguna.

Saya tidak tahu kalau fitur ini ada atau tidak di ponsel lain, tetapi pengalaman saya beberapa kali menggunakan Android, baru kali ini yang nemu begini. Bahkan di masa-masa jaya Nokia, semua yang saya temui harus menggunakan headset baru bisa dengerin radio FM nya.

Cuma emang tampilannya super polos gitu sih aplikasinya. Aselik.

Google Keep – Aplikasi Pencatat Sederhana Terbaik di Android

Selama beberapa tahun, saya menyimpan catatan-catatan pendek di ponsel Android saya di dalam sebuah file text. Setiap ada yang mau dicatat, diubah atau dilihat, saya membuka file itu dengan aplikasi teks editor. Ketika saya berganti ponsel, atau me-reset ponsel saya, file text ini saya pindahkan terlebih dahulu ke komputer, lalu saya transfer balik. Terus begitu.

Saya tahu ada aplikasi Evernote dan lain-lainnya yang bisa digunakan untuk fungsi ini. Canggih-canggih pula. Auto-sync ke cloud, bisa dibuka di mana saja. Sayangnya justru dari beberapa aplikasi yang saya coba, kebanyakan malah overkill. Kebanyakan fitur.

Sampai akhirnya suatu hari saya upgrade sistem operasi di Nexus 4 saya. Setelah restart, muncul aplikasi baru di Android saya. Google Keep. Saya buka, dalam hitungan detik saya langsung bisa menebak ini adalah aplikasi pencatat. Saya coba sedikit. Lalu saya tinggalkan. Entah mengapa saya masih tidak percaya dengan penyimpanan cloud, auto-sync, bla..bla..bla nya.

Sampai akhirnya saya pernah eksperimen mengganti ROM Nexus 4 saya ke MIUI. Dan apesnya, saya lupa membackup file catatan saya tadi itu. Hilanglah sudah. Di desktop saya backup terakhir adalah 3 bulan sebelumnya.

Dan sejak saat itu saya tobat, dan menggunakan Google Keep. Dan setelah rutin menggunakan saya baru sadar begonya saya, kenapa gak dari dulu pakai aplikasi ini. Karena fungsinya persis seperti yang saya butuhkan.

[Sumber: Google Play]

Di Google Keep hal-hal yang membuat saya betah:

  • Antarmuka nya sederhana dan gampang dipahami. Mau dipakai dengan sederhana (cuma nyatet teks), bisa banget gak keganggu. Tapi mau dipake ribet (ganti background warna, set reminder, kasih label, title, dll) juga bisa.
  • Karena dari Google, jadi gak usah khawatir lah dengan potensi server down, data hilang, dll.
  • Aplikasinya ringan dan ringkas.
  • Ada versi webnya: keep.google.com. Dan di web pun bisa digunakan seperti di aplikasinya langsung.
  • Bisa di-share (saya menggunakan akun Google yang berbeda untuk Android dan GMail)

Tips:

Saya sering menggunakan Google Keep ini untuk copy-paste teks dari ponsel Android saya ke desktop dan sebaliknya. Gampang sekali, copy teks yang anda mau (entah itu URL, tulisan, dll), paste di Google Keep. Langsung tersedia deh di ponsel maupun di website (desktop).

Oh iya, tidak semua ponsel Android menyertakan Google Keep secara default. Kalau anda memerlukan aplikasi seperti ini, jangan lupa install dulu dari Play Store.

7 Kali ke Service Center Asus, Akhirnya Berganti ke Xiaomi

[Foto: cheshireeastcouncil | flickr.com]

Saya sempat pakai Asus Zenfone 2 (yang RAM 4GB, memori 32 GB). Saya cukup puas dengan ponsel ini. Selain harganya tergolong lumayan (saya beli gak sampai 4 juta rupiah), spesifikasinya juga mumpuni. Layar lega tapi gak gede-gede amat, performa dan baterai pun menunjang. Puas lah.

Singkatnya, ponsel saya ini jatuh, dan layarnya retak parah. Jadi saya harus ke service center untuk mengganti layarnya.

Ke Service Center – I

Hari Sabtu (kalau gak salah ini di Agustus 2015), saya ke service centre Asus di STC Senayan (sebelahan sama Mall Plasa Senayan). Ternyata Sabtu mereka cuma buka dari jam 10 sampai jam 1 siang. Saya sih datangnya sekitar jam 12 siang. Masalahnya, kita harus ambil nomor antrian dulu, dan jumlah antriannya dibatasi, kalau gak salah cuma 30 orang deh. Kecuali nanti pas semua nomor antrian kelar dipanggil, tapi masih belum jam tutup, mungkin masih bisa dilayani. Sewaktu saya datang, semua nomor antrian sudah habis.

Ke Service Center – II

Sabtu minggu depannya saya datang lagi sekitar jam 10 lebih 15. Lah, nomor antriannya kok sudah habis lagi? Dengar cerita dari orang-orang, ternyata nomor antriannya itu diletakkan di luar dari Jumat malam. Jadi orang-orang sudah pada ambil dari Jumat malam sebelumnya. Selain itu ada yang ngaku dia masih bisa dapat pagi itu karena dikasih nomor antrian dari satpam, tentunya dengan “imbalan seikhlasnya.” Entahlah ini beneran atau cerita-cerita mereka saja. Read More

Amazon Underground yang Aneh

Internet sedang ramai dengan Amazon Underground. Ini proyek baru dari Amazon.com (raksasa e-commerce dan cloud services).

Selama ini kan banyak aplikasi yang berlabel “gratis”, tapi kenyataannya di dalamnya penuh dengan fitur-fitur, virtual item, dsb-nya yang harus dibeli. Istilah kerennya “In-app purchase – IAP”. Di Amazon Underground ini, kita (pengguna Android) bisa mengunduh aplikasi yang benar-benar gratis 100%. Amazon sudah bekerjasama dengan banyak pengembang untuk memungkinkan hal ini terjadi. Singkatnya, sebagai ganti IAP, Amazon membayar ke pengembanga aplikasi untuk waktu yang digunakan pengguna. Jangan khawatir, yang bayar Amazon kok, bukan kita.

Untuk bisa mengunduh aplikasi “Actually Free” ini tidak bisa via Google Playstore. Jadi kita harus download Amazon Underground. Dan itulah yang saya lakukan. Link downloadnya ada di: http://amazon.com/underground.

Setelah selesai instalasi, saya melihat daftar aplikasi gratis di aplikasi Amazon Underground ini. Game “Cut the Rope” ada di situ, berlabel “Actually Free”. Saya klik. Tapi yang keluar malah pesan agar saya memperbaharui Amazon App ke Amazon Underground. Ini aneh, karena tadi yang saya download kan Amazon Underground. Hmm.

Saya coba klik “Update Now”. Tapi makin aneh, yang keluar malah pesan kalau saya tidak dapat memasang aplikasi ini karena batasan geografis yang dilakukan Amazon.


Loh, ada batasan toh? Saya kepingin tahu apa batasannya, jadi saya masuk saya ke link “Why?” itu. Setelah saya baca, makin aneh lagi, ternyata di daftar negara yang boleh menginstal aplikasi ini, ada Indonesia. Lah, kok?

Google Nexus 6 Turun Harga dan Nexus 5 Generasi Kedua

Berhubung Nexus 4 yang sudah saya gunakan 2 tahun lebih itu sepertinya baterainya drop, saya sedang mencari alternatif ponsel baru. Seperti pernah saya bahas dulu, saya sih pengennya tetap menggunakan Android keluaran Google, alias Nexus. Alasannya sederhana, karena ini satu-satunya seri Android yang pasti di-support 100% hardwarenya (dan harusnya paling optimal), selalu mendapat update OS paling pertama dan paling lama (bisa beberapa tahun), dan tidak penuh dengan aplikasi-aplikasi yang tidak penting -bawaan dari manufacturer nya.

Tapi, Nexus 6 belum resmi dijual di toko-toko di Indonesia. Walaupun saya pernah baca di salah satu situs ijin dari Kominfo sudah keluar untuk penjualan di Indonesia oleh beberapa distributor utama.

Beralihlah saya ke online. Di FJB Kaskus saya melihat ada beberapa orang yang jual. Harganya sekitar 8jt-an. Wow ! Mahal ya. Soalnya Nexus kan biasanya masuk ke kategori yang lumayan terjangkau (di bawah 5jt). Ya kalau lihat di toko online resminya Google sih harganya memang $649. Jadi kalau di rupiahkan harganya sekitar 8jt-an.

Lalu saya menemukan JakartaNotebook.com ternyata menjual Nexus 6. Ready stock. Harganya Rp 7.499.000, alias 7,5 juta. Nah ini lumayan miring harganya dibanding rata-rata. Mulai bimbang deh. Saya sudah hampir berangkat ke Central Park (letak tokonya JakartaNotebook), tetapi ketika cek lagi di websitenya, stocknya yang kemarin masih 3 biji, sore itu sudah habis. Dan harganya kembali ke 8jt. Gagal sudah.

*tadinya kepikiran buat beli aja, terus jual di FJB Kaskus 7,7jt. Mayanlah kan, cuan 200ribu. Hehe.

Tadi malam sewaktu mencari alternatif lain selain Nexus, saya kaget. Ternyata Google menurunkan harganya dari $649 menjadi $449. Wuooh, turun $200 cuy. Nah, untung kemarin saya gagal beli Nexus 6. Saya cek di FJB Kaskus, ada yang jual 7,7jt, baru, masih boks tertutup. Lah, jangan-jangan ini yang dibeli dari JakartaNotebook kemarin. Haha. Bakal susah tuh kejualnya.

Nah ini bikin saya kaget dengan Nexus 6. Spekulasi banyak beredar. Ada yang bilang Nexus 6 turun harga akibat banyak diprotes karena harganya yang masuk ke kelas premium. Ada yang bilang karena ukuran layar 6″ terlalu besar sehingga kurang sukses. Tapi ada juga rumor lain (yang saya juga baru tahu) yang mengatakan bahwa ini strategi Google, persiapan peluncuran Nexus 5 (2015).

Nah, betul. Nexus 5 (2015). Saya juga baru tahu Nexus 5 akan ada generasi kedua. Gosipnya bakal diluncurkan di Q4 2015. Nexus 5 (2015) ini pun ada dua jenis. Yang dibuat oleh LG layarnya 5,2″, dan yang dibuat oleh Huawei layarnya 5,7″. Menarik ini.

Eh iya, kalau dari review dan hasil test ArsTechnica sih, Nexus 6 gak segitu bagusnya juga sih. Untuk beberapa hal malah kalah dari Nexus 5. Untuk di spesifikasi yang sama mending Samsung Galaxy Note 4 malah. Beda ukuran layar sedikit sih. Note 4 layarnya 5,7″. Toh harganya relatif sama, mulai dari sekitar 7,5 juta-an. Ya kecuali anda sealiran saya yang lebih suka stock-Android.

Saya? Oh masih pake Nexus 4 aja. Siapa tahu ntar ada yang mau ngasih Nexus 6 buat review.. #kodekeras

[Update] Beli Aplikasi Android di Google Play Store Lebih Murah dengan Kartu Kredit daripada Telkomsel Billing

Lengkap sudah. Developer aplikasi Android Indonesia bisa menjual aplikasinya di Play Store. Pengguna Android dari Indonesia juga sudah bisa membeli aplikasi dengan cara potong pulsa. Ekosistemnya sudah lengkap.

Setahu saya ada 2 operator yang menyediakan fitur ini: Indosat dan Telkomsel. Kemarin sempat terdengar kabar di Twitter kalau untuk Indosat sempat di-stop. Saya enggak tahu sekarang sudah bisa lagi atau belum.

Untuk Telkomsel Billing, saya sudah coba sendiri. Saya beli aplikasi game Kingdom Rush, dengan label harga Rp 12.000. Kata Google sih ini sudah termasuk pajak dan GST. Tetapi total biaya yang dikenakan oleh Telkomsel adalah Rp 13.440. Dari penjelasan akun Twitter Telkomsel ternyata memang harga tertera di Play Store masih belum mencakup biaya pajak PPN 10% dan biaya jasa 2%.

Saya sebelumnya pernah juga membeli aplikasi game di Play Store, namanya Game Dev Story, buatan studio game di Jepang. Seingat saya harganya waktu itu Rp 20.000. Menggunakan Google Wallet (yang terkoneksi ke kartu kredit saya). Sewaktu transaksi seingat saya tidak ada biaya tambahan lain.

Selain itu bulan lalu juga saya subscribe Majalah Tempo di Google Newsstand. Harga yang tertera adalah Rp 129.000. Informasi dari Google Wallet yang saya terima, saat transaksi biayanya tetap Rp 129.000, tanpa biaya tambahan.

Saya kurang tahu sih, apakah nanti di billing statement kartu kredit saya baru keluar biaya tambahan lain-lain terkait pembelian dengan Google Wallet ini. Asumsi saya sih tidak. Jika benar, maka kesimpulannya, kalau pertimbangannya adalah biaya, lebih murah membeli aplikasi di Play Store dengan kartu kredit (via Google Wallet) ketimbang Telkomsel Billing.

Tapi itu baru pengalaman dan info saya yang terbatas. Mungkin ada yang mau share pengalamannya?

[Update]
Carrier Billing Indosat masih aktif. Hampir sama seperti Telkomsel, Indosat mengenakan biaya tambahan 10% dari harga tertera di Play Store. Tapi saya tidak tahu apakah ada biaya jasa juga atau tidak.

Nexus 4 dan Beralih ke MIUI

Setahun lalu setelah kecewa dengan HTC Desire HD (yang katanya Androidnya bakal diupgrade ke ICS, ternyata gak jadi), saya memutuskan jika nanti saya membeli ponsel Android baru, saya hanya mau yang rilis dari Google aja, yaitu keluarga seri Nexus. Dan setelah “kebetulan” ponsel saya dijambret orang, akhirnya saya beneran milih Nexus 4.

Pertimbangannya sederhana saja, seri Nexus ini adalah ponsel standar Android, dengan kata lain jadi acuan dari sistem operasi Android. Semua fitur inti default Android harusnya paling bagus jalan di Nexus. Semua aplikasi Android yang ada di Google Play, seharusnya pasti bisa jalan di seri Nexus, karena (lagi-lagi) ini adalah acuan. Jadi saya tidak mau ambil pusing punya ponsel canggih tapi kepentok tidak bisa menjalankan fitur-fitur tertentu.

Kelebihan (dan mungkin sekaligus kekurangan) seri Nexus adalah tampilannya pun datar banget. Buat saya pribadi gak menarik. Bahkan dibandingkan ponsel-ponsel Android lain yang lebih murah, icon, template, dan theme Nexus ini jelek bagi saya.

Jadilah akhirnya saya ketemu dengan MIUI. Custom ROM, kalau istilah para pengoprek Android. Aslinya MIUI dibuat oleh Xiaomi untuk ponsel mereka sendiri. Tapi ROM nya dibuka untuk didownload dan dikembangkan. Dan (lagi-lagi) karena Nexus adalah acuan ponsel Android, pastinya ROM untuk seri Nexus tersedia, termasuk Nexus 4 yang saya pakai.

Jadilah saya pakai MIUI di Nexus 4 saya. Tampilannya cantik. Tidak sekadar theme, tapi sampai dengan tampilan detail di dalamnya. Ya.., ala-ala iPhone sih sebenarnya. Tapi setidaknya tampilannya konsisten. Tidak seperti default Android yang icon-icon dan keseluruhan UI nya terkesan tidak beraturan. Entah kenapa Xiaomi bisa membuat Android menjadi secantik ini, tetapi Google tetap bertahan dengan tampilannya yang tidak konsisten itu.

NOTE: Ini postingan draft bulan September 2014 lalu, baru diselesaikan sekarang -__-

Aplikasi Buku Ende untuk Android

imageBuku Ende adalah buku yang berisi teks nyanyian lagu yang biasa digunakan dalam ibadah bahasa Batak di jemaat Gereja HKBP. Jadi jika ketinggalan membawa buku Ende, anda bisa install aplikasi ini.

Aplikasinya kecil (tidak sampai 700kB), tidak butuh permission apapun, dan offline.

Oh iya, ini pertama kalinya saya membuat aplikasi di Android, pertama kalinya juga membuat aplikasi di lingkungan Java. Kalau ada masukan dan saran, silahkan tinggalkan di kolom komentar ya.

Hati – hati Membaca SMS di Pinggir Jalan

Lampu merah perempatan Pondok Indah Mall (PIM). Saya hendak menyebrang dari pojok show room Suzuki ke Ranch Market. Kalau dari arah Lebak Bulus, posisinya di kiri jalan. Sambil menunggu kendaraan sepi, ponsel saya bergetar, percakapan di grup teman SMA saya sedang seru. Saya membaca teks demi teks, lalu mengetik balasan dengan hanya satu tangan. Tangan kanan saya memegang bungkusan belanjaan.

image

Ketika konsentrasi mengetik di layar touchscreen Android ini, tiba – tiba dari belakang saya ada yang merebut ponsel saya. Seorang remaja, bertopi putih, berkemeja lengan panjang motif kotak – kotak berwarna merah. Lalu dia berlari kencang. Kaget, saya sempat terdiam beberapa detik hingga akhirnya saya sadar saya baru dijambret.

Adegan kejar – kejaran seperti di sinetron murahan terjadi, saya berlari kencang sambil berteriak “Copet..! Anjiing..! Hoooi..!” secara bergantian. Jalanan masih kosong karena lampu merah dari arah PIM 2 masih menyala. Jarak saya dan si penjambret tidak terlalu jauh, paling 15-20m. Saya cukup pede bisa menangkap remaja kriminil ini, karena saya cukup sering lari marathon maupun sprint belakangan ini. Tidak disangka, ternyata penjambret ini punya teman yang sudah siap menunggu di depan dengan sepeda motor yang siap tancap gas. Si penjambret naik ke sepeda motor dan mereka tancap gas.

Tepat di belakang motor penjambret ini ada sebuah mobil sejenis Fortuner. Saya berharap pengemudinya mau menghalangi laju motor ini. Tetapi sepertinya dia tidak mau ikut campur, mobil ini malah terlihat menjauh, menghindari. Wajar sih, kalau mobilnya lecet biaya klaim ke asuransinya saja udah lebih mahal dari ponsel saya (HTC Desire HD butut).

Dari pojokan Suzuki ke arah Gandaria City itu memang sepi sekali. Sepanjang jalan itu cuma ada pagar tinggi Pondok Indah Office Tower. Di sebrang jalan hanya ada tembok underpass PIM. Apalagi saat itu lampu lalu lintas masih merah jadi kendaraan lain belum lewat. Gerbang Pondok Indah Office Tower pun masih jauh, jadi teriakan saya pun tidak terdengar oleh para satpam disana.

Setelah lampu berubah ke hijau, beberapa pengemudi motor mendekati saya, dan mereka membantu mengejar pelaku. Tetapi karena jeda waktunya cukup lama, tipis sekali harapan untuk bisa mengejar pelaku. Jadi saya hanya bisa ikhlas saja.

Pelajaran
1. Sinkronisasi Buku Telpon (Phonebook)
Ini kali keduanya saya kehilangan ponsel karena tindakan kriminal. Tahun 2010 pun saya kecopetan di Busway menuju PIM (iya.. masih berhubungan dengan PIM). Dan di kedua kasus ini, untungnya saya sudah membackup data – data dari ponsel saya ke komputer (kecuali phonebook terakhir). Untungnya masih ada backup phonebook Februari 2013 lalu. Harusnya ini lebih mudah jika di ponsel berbasis Android ini saya sinkronisasi kontaknya dengan akun Google saya.

2. Password Ponsel
Saya pernah membaca tulisan di blog tentang pentingnya memberikan password di ponsel kita, untunglah saya saya mengikuti anjuran tersebut. Ponsel saya yang hilang itu di-lock dengan pattern. Untuk bisa menggunakan ponsel ini tanpa tahu pattern-nya terpaksa harus me-reset ponsel tersebut. Dengan reset ini, otomatis semua aplikasi di ponsel tersebut ikut di-reset, dan akun – akun saya ikut dihapus. Setidaknya untuk urusan akun saya cukup tenang.

3. Enkripsi Data
Tapi satu anjuran dari tulisan di blog itu yang belum saya ikuti, enkripsi data di SD Card. Memang di SD Card tersebut tidak ada informasi credential, tetapi masih ada foto – foto keluarga saya, beberapa catatan alamat, dll. Semoga saja data tersebut tidak digunakan untuk yang aneh – aneh.

4. Hati – hati Menggunakan Ponsel di Tempat Terbuka
Selalu berhati – hatilah ketika menggunakan ponsel di tempat terbuka. Sekadar membaca SMS / WhatsApp / BBM, dll di pinggir jalan, membuat posisi kita lemah melindungi ponsel kita jika ada yang berusaha menjambret.

5. Cloud Data*
Tentu jika saya menggunakan cloud data (semacam DropBox), saya tidak perlu repot sinkronisasi data di ponsel saja ke komputer. Tetapi untuk ponsel yang memiliki data ber-giga-giga, opsi cloud ini perlu dipertimbangkan lagi. Jangan sampai kuota internet di ponsel malah habis untuk sinkronisasi ke cloud ini.

image

Saya penasaran, si penjambret berhasil menjual ponsel HTC Desire HD saya itu atau enggak ya?. Karena sekitar 2 minggu lalu saya pernah mau menjual ponsel saya itu di sebuah pusat perbelanjaan dengan puluhan toko ponsel di dalamnya. Tidak ada satu pun toko ponsel yang mau beli. Bahkan menawar pun tidak mau sama sekali. Padahal sudah saya iming – imingi dengan boks yang masih lengkap dengan notanya, berikut headset dan charger yang masih original semua. Kata para penjualnya “Ntar gak ada yang mau beli lagi, Mas. Rugi saya beli dari sampean.”