Month: January 2010

Slank dan Kaskus

SlankDulu, waktu jaman saya SMP, Slank sangat dekat dengan anak – anak remaja, terutama anak sekolahan. (sekarang saya kurang tahu). Slank bagi remaja seusia saya waktu itu adalah simbol kebebasan, simbol perlawanan, dan sebagai salah satu bentuk identitas. Tas – tas sekolah, bahkan baju sekolah sekalipun dipasangi logo – logo Slank. Mereka , lebih bangga sebagai seorang Slankers, daripada sebagai siswa berprestasi.

Kaskus, di masa – masa sekitar tahun 2002-an, imagenya bagi saya masih sebagai komunitas underground. Para netter (pengguna internet) yang menyatakan diri sebagai kaskuser, mempunyai kebanggan tersendiri jika dibandingkan dengan ‘hanya’ punya account Friendster. Kaskus juga sebuah media yang (menurut saya) pada jaman itu, menjadi simbol kebebasan. Informasi apapun bebas ditebar.

Tapi.., Slank waktu itu juga kadang menjadi icon para penikmat ganja.. Beberapa dari teman saya dulu ada yang punya daun ganja yang masih hijau. Daun ganja segar ini dilaminanting, lalu dijadikan gantungan kunci. Dengan daun bersirip lima itu, mereka menyatakan diri sebagai Slanker. Dan ‘benda antik’ ini seakan jadi ‘bahasa pergaulan’ ketika bertemu para Slanker lainnya. (Saya tidak menggeneralisasi semua Slanker, tetapi pada waktu itu ada beberapa orang yang saya tahu melakukan hal itu). Ya, seingat saya Slank sendiri baru menyatakan resmi lepas dari narkoba pada  awal Januari 2000. Dan sejak saat itu mereka pun berganti image, menjadi band yang bersih.

Dan Kaskus waktu itu juga kadang menjadi icon para pecinta “hal – hal dewasa”. Saking bebasnya informasi ditebar, konten – konten “dewasa” pun terserak dengan liar disini. Tidak jarang ditemukan video – video, atau foto – foto  ‘menggemaskan’ yang publikasinya berawal di Kaskus. Kaskus sendiri pun akhirnya menghapus bersih channel ‘favorit’ tersebut setelah keluarnya UU Pornografi. Setelah itu Kaskus pun image nya berubah. Kaskus kini sudah dikenal sebagai perusahaan yang serius, bukan sekadar main – main atau iseng. (Serius dari sudut pandang korporasi).

Siapapun yang konser, lagu apapun yang dimainkan.. biasanya.., tetap ada bendera Slank disitu. Kalau menyerap bahasa iklannya Sosro : Apapun konser bandnya, Slank benderanya. Wajar, kalau Slank akhirnya terpilih menjadi MTV Icon Indonesia yang pertama.

Nah.., sekarang..untuk Kaskus : Apapun websitenya, Kaskus bahasanya..  Jika ada situs Indonesia lainnya yang interaksi antar anggotanya tinggi, tidak jarang ditemukan panggilan sapaan : Gan. Kalau ada beberapa user saling berinteraksi di sebuah website, jika menggunakan kata : Saya, kamu, lu, gue, rasanya masih kurang sip. Tapi begitu saling menyapa dengan : Gan.., Agan.. suasana keakraban itupun muncul dengan sendirinya. Biasanya tidak lama kemudian pasti keluar kata – kata : “Jangan lupa cendolnya gan..”, “Pertamax sudah diamankan..”, dst.

Kalau di ajang MTV Icon ‘anak nongkrong’ memilih Slank, saya rasa netter Indonesia pun bakal memilih Kaskus sebagai icon.

[OOT]

Saya rasa kalau ada perusahaan yang mau mencari pegawai yang akrab dengan dunia web, mungkin bisa mencantumkan seperti ini :

“Gaji : Rp. xxx, boleh nego, tapi jangan afgan..”

Ohh iya.., jangan lupa cendolnya gan. 😀

Membangun Media Online – Yang Kasat Mata dan Tidak

Banyak yang sadar ke depan trend yang berkibar adalah informasi digital. Tapi walaupun banyak yang sadar, banyak juga yang latah mengeksekusinya. Lalu bagaimana membangun media online? Pertanyaan yang tidak punya jawaban pasti. Hanya ada beberapa petunjuk – petunjuk atau mungkin boleh saya bilang selentingan pendapat dari sana sini. Kalau dari saya ini :

Content is the king ?

Membangun media online itu bukan berarti punya konten dengan kualitas dan kuantitas tinggi lalu memasangnya di internet. Jauh lebih dari situ. Ibaratnya kalau mau bikin restoran gudeg, punya resep gudeg yang super, lalu dapat investor bukan berarti restoran itu pasti sukses.

User Behaviour

Sangat perlu diingat, perilaku membaca di online dan offline itu berbeda. Sangat berbeda. Jadi penyajian konten di online pun harus punya strategi yang pas, yang sesuai dengan konten yang ingin disampaikan, dan siapa target pengunjung yang dituju. Kadangkala sebuah situs terlalu agresif, dengan tampilan halaman depan yang seolah – olah ingin berkata : “Kami punya konten ini lho.. Ini juga, tentang ini juga, oh iya yang ini juga, bahkan tentang ini.., dst..”.  Sehingga yang tampak justru masing – masing konten bersaing satu sama lain agar mendapat perhatian.

Statistic

Memiliki konten online, dengan pengunjung bulanan sejumlah XXXX, bukan berarti situs itu layak dipasangi iklan dengan harga mahal. Darimana pengunjung situs itu? Pengunjung itu membuka situs anda karena memang ingin, atau hanya karena nyasar dari Google? Link dari situs lain kah?  Setelah itu, berapa lama dia berada di situs anda? Di bagian mana? Kenapa? Pengunjung situs itu ngapain aja di situs anda? dst..

Visitors

Mengenali target pengunjung situs itu wajib dilakukan. Karena beda target, beda pendekatan, beda pula strategi maupun eksekusinya.

Marketing

Berjualan iklan di media online pun tidak mudah. Selain harus memahami faktor di atas, si penjual iklan harus juga bisa membawa calon pengiklan dalam pola pikir online. Berhubung pihak pengiklan bisa dikatakan raja, maka si penjual iklan pun seringkali tidak bisa memaksa membawa pemikiran mereka ke ranah online. Tapi yang paling parah adalah, kadang si penjual iklan itu sendiri tidak mengerti dunia online..!

Technology

Demi mengejar target agar bisa cepat online, seringkali keputusan penggunaan teknologi dilakukan dengan gegabah. Misal, memutuskan menggunakan sebuah framework MVC dengan bahasa program yang sama sekali baru bagi programmernya. Memutuskan menyerahkan pembuatan web pada pihak luar yang ternyata juga *hanya* menggunakan CMS jadi dengan sedikit sentuhan pada template. Sistem tambal sulam. Kadangkala, si pengambil kebijakan teknologi terkait itu pun memang tidak begitu memahami dunia online. Perancangan, penerapan, dan eksekusi pengembangan sistem dilakukan tanpa mengetahui bagaimana trend dunia online sesungguhnya. Sehingga ketika hal tersebut disadari, seringkali sudah terlambat.

Make Money

Ujung – ujungnya tentu kesini. Model bisnis banyak yang bisa diterapkan sebenarnya. Mereka yang berada di belakang berbagai situs tentu juga punya banyak ide model bisnis yang menarik. Tapi mungkin mereka yang disasar sebagai client masih belum bisa menerima model bisnis ini (khususnya di Indonesia). Jalan yang umum dipakai tentu saja iklan banner. Hingga kadangkala banner inilah yang mengganggu fungsionalitas dari website itu sendiri.

Culture

Nah ini yang menarik. Kultur yang dimaksud disini adalah pola kerja semua elemen di dalamnya. Media online tidak lepas dari dunia internet. Dunia yang sangat cepat berubah. Karena itu, mau tidak mau, elemen yang bergerak di belakang situs itu pun harus bisa cepat beradaptasi terhadap setiap perubahan. Kadangkala prosedur yang bertele – tele (dari sudut pandang online) membuat website tersebut lamban. Kadang juga mereka yang merasa lebih tahu urusan konten tidak luwes bekerjasama dengan mereka yang berada di belakang teknologi.

Mungkin di lain waktu, mereka yang merasa lebih tahu desain, tidak tanggap terhadap keinginan mereka yang mengurusi konten. Padahal pada dasaranya, mereka yang mengurusi konten belum tentu fasih dengan dunia online. Mereka yang mengurusi teknologi juga tidak mengerti betul konten seperti apa yang ingin dihadirkan. Tapi yang jelas mereka sebenarnya sejajar. Seperti rel dan kereta api. Tanpa rel, kereta api mungkin bisa jalan.., tapi menuju kematian. Sementara tanpa kereta api, rel hanya akan jadi logam hiasan di atas tanah.

[catatan]

Seperti biasa…, cuma pemikiran.. belum pernah praktek 😉

[terkait]

Beda Desainer, Web Programmer, SysAdmin, Marketer dan Pemilik Bisnis

Tabungan Bapak dan Tabungan Anak

Di sebuah pedesaan di daerah Pleret (sekitar setengah jam dari pusat kota Jogja). Seorang ayah sedang memperhatikan dari kejauhan anaknya paling bungsu yang sedang ngoprek Karmic Koala. Tetangga sebelah rumah duduk disebelahnya, dan masih gak habis pikir dengan pola pikir si bapak.

Tetangga : “Mas.. sampeyan dulu gimana kok bisa nyekolahain anak yang pertama dulu sampe lulus kuliah. Padahal kita sama – sama cuma buruh di peternakan sapi..”

Si Bapak : “Tabunganku seumur hidup, tak habisin semua buat kuliah dia dulu..”

Tetangga : “Hah??! Sampeyan kok berani.. ?”

Si Bapak : “Ah.., buktinya setahun habis dia kerja, tabungannya dua kali lipat dari tabunganku seumur hidup.. ”

Sekadar motivasi bagi yg masih berjuang di bangku kuliah (ataupun sudah bekerja).. Kalau orang tua kita berani total.., kita juga harus total.. 😉