Month: September 2010

Tips Menghilangkan Paket Desktop Ubuntu kembali jadi Minimal

Ceritanya, saya lagi mau coba oprek satu OS untuk keperluan eksperimen buat server. Nah paling aman tentunya dijalanin secara virtual (bukan hard install di atas PC/Laptop). Untuk virtualization-nya saya pakai VirtualBox.

Masalahnya saya enggak punya ISO Ubuntu server. Adanya iso Ubuntu Desktop. Jadilah ISO ini yang saya pakai untuk dipasang di VirtualBox.

Karena versi desktop, jadi banyak software – software yang tidak saya butuhkan. Nah saya ingin membuat paket – paket desktop ini. Ingin mengembalikannya ke versi base saja. Lalu nanti baru nanti saya install paket server yang saya perlukan.

Saya tadinya berpikir, ah gampang, tinggal jalankan ini : sudo apt-get remove ubuntu-desktop. (beberapa tulisan di internet juga menyatakan demikian) Hmm.. Ya, pake ubuntu-desktop memang dihapus. Tapi sayangnya itu cuma paket meta aja. Tidak benar – benar paket softwarenya.

Mungkin sebagian besar dari anda berpikir sama dengan saya, jika saya menghapus suatu paket desktop yang esensial, pasti software – software desktopnya juga akan terbawa dihapus. Masalahnya apa nama paketnya ini? Setelah mencari – cari dan sedikit menebak – nebak, ketemulah dia. Ini paketnya : libgtk2.0-0

Jadi, setelah saya jalankan : sudo apt-get purge libgtk2.0-0 semua (atau setidaknya sebagian besar) program desktop Ubuntu dihapus. Sekarang Ubuntu di VB saya sudah minimalis, tambahkanlah garam dan sambal secukupnya, hidangkan selagi hangat 🙂

TechCrunch diakusisi AOL

Anda – anda yang sering memperhatikan dunia bisnis online pasti tak asing dengan TechCrunch. Sebagai sebuah blog, TC ini terkenal dengan independensinya. Berita baik ataupun buruk dari seputar Sillicon Valley, masuk disitu. Termasuk gosip – gosip hangat di antara orang – orang dibelakang nama – nama besar sekelas Google, Facebook, Twitter, MySpace, Yahoo, dll.

Nah, 2 jam lalu TechCrunch mengumumkan bahwa mereka sekarang diakuisisi oleh AOL. Cukup mengagetkan buat saya. Karena setelah ini sepertinya independensinya jadi berkurang (setidaknya menurut saya).

Pendiri blog ini adalah Michael Arrington, terkenal juga sebagai sosok yang kontroversial.

Link terkait :

TechCrunch di mata eks-karyawannya : http://www.readwriteweb.com/archives/what_the_techcrunch_deal_means_to_me.php

Michael Arrington di Inc.com : http://www.inc.com/magazine/20101001/the-way-i-work-michael-arrington-techcrunch.html

YogYES.com ReDesign

Di tengah gegap gempita startup – startup yang sedang *beradu-pitching* di Singapore, dan hebohnya berita akuisisi Koprol dengan Yahoo, situs YogYES.com akhirnya meluncurkan desain baru situsnya, tepat pada Hari Kebangkitan Nasional kemarin. Silahkan kunjungi situsnya untuk lebih jelasnya.

Yang mau wisata ke Jogja, pasti lebih lengkap kalo sudah baca YogYES.com 😀  *duuhh.. bahasanya iklan banget yah.., padahal ini bukan iklan.. ha…ha.

Mungkin pemain – pemain *baru* di dunia startup tak begitu mengenal YogYES.com. Tapi, perlu dicatat, YogYES adalah bisnis nyata. Memang tanpa bumbu Venture Capital dan akuisisi. Karena memang tidak semua makanan harus berbumbu sama toh. 😉

Ok, jangan keburu bilang saya skeptis dengan gegap gempita di jagad startup Indonesia sekarang. Saya senang, sungguh. Ini kemajuan.. Yang mau saya bilang, tidaklah harus semua jalannya seperti itu. Bisnis dunia web itu masih mungkin terjadi dengan self funding.

Terkait : Yogyakarta Cocok untuk “Tourist” atau “Traveler” : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/27/15502752/yogyakarta.cocok.untuk.tourist.atau.traveler

CATATAN: Tulisan ini dibuat bulan Juni 2010 lalu. Saat lagi rame – ramenya Echelon di Singapura. Tapi baru dipublish sekarang karena beberapa alasan 😉

Website belum akan Mati

Beberapa waktu lalu seorang teman mengirimkan link artikel dari WIRED Magz. Itu memang artikel kontroversial di jagad maya. Artikel itu mengatakan intinya “Website is Dead, Welcome Apps”. Alasannya sederhana, dengan ilustrasi seperti ini : Ketika anda bangun di pagi hari, anda buka Facebook. Tapi bukan website nya kan? Di tengah jalan menuju kampus atau kantor, anda kadang check-in di Foursquare (lagi – lagi bukan di websitenya juga kan?), tapi melalui aplikasi mobile yang tersedia.

Lalu.., ketika anda terjebak macet di jalan, anda chatting dengan teman anda, via Yahoo Messenger, ataupun Blackberry Messenger. Ya kedua aplikasi ini juga menggunakan internet, tapi bukan website. Sampai di kantor, atau kampus, mungkin anda masih melanjutkan aktifitas dengan membuka laptop, dan mengecek account Twitter anda. Tapi tidak dengan mengunjungi webnya langsung, melainkan menggunakan aplikasi TweetDeck, Echofon, ataupun DestroyTwitter.

*eh, anda tidak melakukan aktifitas seperti di atas? Hmm.. ok, kebanyakan orang Indonesia memang tidak. Tapi sepertinya di luar negri seperti itu.

Seorang teman saya yang lain, setuju dengan artikel tersebut. Menurutnya orang – orang akan tetap menggunakan internet, dan penggunanya makin besar, tapi via aplikasi, bukan websitenya.

Menurut Saya

Menurut saya sih tidak. Website belum akan mati. Ia akan tetap hidup dalam jangka waktu yang cukup panjang (kecuali ada penemuan baru di bidang teknologi internet). Paling mungkin sih, berevolusi jadi bentuk lain. (mungkin website yang lebih interaktif seperti layaknya Flash. Apalagi sekarang sudah gencar HTML5).

Ilustrasi paling sederhana menurut saya begini :

Jika anda pengguna internet (aktif ataupun tidak), pasti anda pernah menggunakan layanan search engine. Katakanlah, Google, atau Yahoo. Bayangkan jika setiap website akhirnya menjadi aplikasi. Ketika anda mengklik suatu hasil pencarian, anda harus menginstall aplikasi nya dulu baru bisa menggunakannya dengan mudah. Nyamankah?

Contoh lebih mudah. Kalau web akhirnya mati. Hapuslah web browser dari perangkat mobile anda. Silahkan menjelajah internet..  Susah? Kenapa? Karena akses anda menuju internet terkungkung pada aplikasi yang tersedia. Dengan kata lain, kita membalik lagi yang dulu mudah, sekarang menjadi susah.

Jadi, website itu tidak akan mati, walaupun apps semakin bermunculan. Dia hanya akan mencari titik seimbang. Sama seperti waktu televisi diciptakan, orang – orang meramalkan radio akan mati. Kenyataannya tidak. Begitu juga saat portal berita online “mewabah”, orang – orang bilang koran akan mati. Tentunya tidak. (memang ada beberapa penerbit koran yang mati), tapi secara umum koran tidak mati. Tetapi sedang mencari titik keseimbangan.

Hukum Keterbalikan

Hal – hal yang tadinya berwujud aplikasi, akhirnya dibikin web based (Email, Chat, Game, Project Management Software, dll). Dan sekarang apa – apa yang ada di website, dibikin aplikasi (Facebook, Twitter, dll).

SEO Expert Bersertifikasi dari Google ?

Ok, ini topik basi di seputar dunia SEO sebenarnya. Tapi tetap saja masih banyak yang tidak mendapatkan informasi dengan jelas.

Sudah sejak lama di kalangan para pentolan SEO underground Indonesia, banyak yg heran dengan mereka yg mengaku sebagai ahli SEO, dan mengaku *bersertifikasi dari Google*.  Dan sudah sejak lama juga, di kalangan industri pun, banyak yg percaya bahwa ada beberapa perusahaan resmi, yang punya sertifikat SEO dari Google.

Lalu apakah Google memang mengeluarkan sertifikasi untuk “SEO Experts” (atau sinonim lain) ?

Jawaban dari Matt Cutts (head of Google’s Webspam team) : “I don’t think Google has officially endorse any SEO certification as far as I’m aware of”.
Link : http://www.youtube.com/watch?v=fW6ZA4MMHZg

Dalam wawancaranya yg lain :
Q : Some SEO firms cold call saying they can rank people in first place. Can they guarantee this?
Matt Cutts : Not on Google. No one can guarantee this, not even Google, since our ranking algorithms are often updated.

Link : http://www.search-marketing.info/newsletter/articles/matt-cutts.htm

Yang ada itu sebenarnya adalah Google AdWords Certification Program. Apa itu? cekidot gan :  http://www.google.com/intl/en/adwords/professionals/
Dan jelas, itu bukanlah program sertifikasi untuk Ahli SEO.

😉

Kalau mau tahu lebih jelas, jangan tanya saya, silahkan tanya bung Pogung 😀