Hati – hati Membaca SMS di Pinggir Jalan

Lampu merah perempatan Pondok Indah Mall (PIM). Saya hendak menyebrang dari pojok show room Suzuki ke Ranch Market. Kalau dari arah Lebak Bulus, posisinya di kiri jalan. Sambil menunggu kendaraan sepi, ponsel saya bergetar, percakapan di grup teman SMA saya sedang seru. Saya membaca teks demi teks, lalu mengetik balasan dengan hanya satu tangan. Tangan kanan saya memegang bungkusan belanjaan.

image

Ketika konsentrasi mengetik di layar touchscreen Android ini, tiba – tiba dari belakang saya ada yang merebut ponsel saya. Seorang remaja, bertopi putih, berkemeja lengan panjang motif kotak – kotak berwarna merah. Lalu dia berlari kencang. Kaget, saya sempat terdiam beberapa detik hingga akhirnya saya sadar saya baru dijambret.

Adegan kejar – kejaran seperti di sinetron murahan terjadi, saya berlari kencang sambil berteriak “Copet..! Anjiing..! Hoooi..!” secara bergantian. Jalanan masih kosong karena lampu merah dari arah PIM 2 masih menyala. Jarak saya dan si penjambret tidak terlalu jauh, paling 15-20m. Saya cukup pede bisa menangkap remaja kriminil ini, karena saya cukup sering lari marathon maupun sprint belakangan ini. Tidak disangka, ternyata penjambret ini punya teman yang sudah siap menunggu di depan dengan sepeda motor yang siap tancap gas. Si penjambret naik ke sepeda motor dan mereka tancap gas.

Tepat di belakang motor penjambret ini ada sebuah mobil sejenis Fortuner. Saya berharap pengemudinya mau menghalangi laju motor ini. Tetapi sepertinya dia tidak mau ikut campur, mobil ini malah terlihat menjauh, menghindari. Wajar sih, kalau mobilnya lecet biaya klaim ke asuransinya saja udah lebih mahal dari ponsel saya (HTC Desire HD butut).

Dari pojokan Suzuki ke arah Gandaria City itu memang sepi sekali. Sepanjang jalan itu cuma ada pagar tinggi Pondok Indah Office Tower. Di sebrang jalan hanya ada tembok underpass PIM. Apalagi saat itu lampu lalu lintas masih merah jadi kendaraan lain belum lewat. Gerbang Pondok Indah Office Tower pun masih jauh, jadi teriakan saya pun tidak terdengar oleh para satpam disana.

Setelah lampu berubah ke hijau, beberapa pengemudi motor mendekati saya, dan mereka membantu mengejar pelaku. Tetapi karena jeda waktunya cukup lama, tipis sekali harapan untuk bisa mengejar pelaku. Jadi saya hanya bisa ikhlas saja.

Pelajaran
1. Sinkronisasi Buku Telpon (Phonebook)
Ini kali keduanya saya kehilangan ponsel karena tindakan kriminal. Tahun 2010 pun saya kecopetan di Busway menuju PIM (iya.. masih berhubungan dengan PIM). Dan di kedua kasus ini, untungnya saya sudah membackup data – data dari ponsel saya ke komputer (kecuali phonebook terakhir). Untungnya masih ada backup phonebook Februari 2013 lalu. Harusnya ini lebih mudah jika di ponsel berbasis Android ini saya sinkronisasi kontaknya dengan akun Google saya.

2. Password Ponsel
Saya pernah membaca tulisan di blog tentang pentingnya memberikan password di ponsel kita, untunglah saya saya mengikuti anjuran tersebut. Ponsel saya yang hilang itu di-lock dengan pattern. Untuk bisa menggunakan ponsel ini tanpa tahu pattern-nya terpaksa harus me-reset ponsel tersebut. Dengan reset ini, otomatis semua aplikasi di ponsel tersebut ikut di-reset, dan akun – akun saya ikut dihapus. Setidaknya untuk urusan akun saya cukup tenang.

3. Enkripsi Data
Tapi satu anjuran dari tulisan di blog itu yang belum saya ikuti, enkripsi data di SD Card. Memang di SD Card tersebut tidak ada informasi credential, tetapi masih ada foto – foto keluarga saya, beberapa catatan alamat, dll. Semoga saja data tersebut tidak digunakan untuk yang aneh – aneh.

4. Hati – hati Menggunakan Ponsel di Tempat Terbuka
Selalu berhati – hatilah ketika menggunakan ponsel di tempat terbuka. Sekadar membaca SMS / WhatsApp / BBM, dll di pinggir jalan, membuat posisi kita lemah melindungi ponsel kita jika ada yang berusaha menjambret.

5. Cloud Data*
Tentu jika saya menggunakan cloud data (semacam DropBox), saya tidak perlu repot sinkronisasi data di ponsel saja ke komputer. Tetapi untuk ponsel yang memiliki data ber-giga-giga, opsi cloud ini perlu dipertimbangkan lagi. Jangan sampai kuota internet di ponsel malah habis untuk sinkronisasi ke cloud ini.

image

Saya penasaran, si penjambret berhasil menjual ponsel HTC Desire HD saya itu atau enggak ya?. Karena sekitar 2 minggu lalu saya pernah mau menjual ponsel saya itu di sebuah pusat perbelanjaan dengan puluhan toko ponsel di dalamnya. Tidak ada satu pun toko ponsel yang mau beli. Bahkan menawar pun tidak mau sama sekali. Padahal sudah saya iming – imingi dengan boks yang masih lengkap dengan notanya, berikut headset dan charger yang masih original semua. Kata para penjualnya β€œNtar gak ada yang mau beli lagi, Mas. Rugi saya beli dari sampean.”

7 Comments

Add yours

  1. semoga dapat gantinya yang lebih bagus om πŸ™‚

  2. waduh,..sangar amat pengalamanmu okto,..hmm,..tapi ada hikmahnya,.mau g mau kan punya hape baru,..hehehe

  3. wah serem juga, perlu lebih waspada nih. Terima kasih atas ceritanya. Memang ini ponsel tahun berapa?

  4. Amiin Oom..

  5. Belinya tahun 2012.

  6. kalau jualnya bukan di jakarta mestinya sih masih laku.

    jadi, rencana mau beli apa nih ban?

  7. Tadinya hampir aja ke iPhone 5, tapi pas udah nyoba2in unit display nya, gak jadi. Ke Nexus 4 deh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *