PBTA : “Gila ya kelakuan anggota DPR itu. Korupsi miliaran. Ketahuan main cewek. Ada yang tidur waktu sidang MPR. Ada yang nonton video porno malah pas sidang. Sakit jiwa. Mau jadi apa negara ini..”

B: “Iya tuh. Tae lah mereka-mereka ini. Pokoknya jangan sampai Pemilu 2014 ini caleg-caleg biadab kaya gitu dipilih lagi. Rusak negara kita bro..!”

A: “Bener banget..!”

B: “Eh iya bro. Ngomong-ngomong ntar Pemilu, lo pilih caleg siapa bro?”

A: “Itu si Bulha bro. Yang dari PBT, Partai Bengkuang Terong itu bro.”

B: “Eh? Bagus ya orangnya? Apaan emang program kerjanya?”

A: “Emm.. kurang tahu sih. Tapi dia Batak bro.”

B: “Terus?”

A: “Ya.., biar ada lah bro anggota DPR itu dari Batak bro. Biar ada perwakilan kita. Hehehe..”

B : “Tapi bener gak tuh orangnya?”

A: “Ah elaaah bro.., udahlah yang penting dia Batak sama kaya kita.”

6 bulan kemudian, terdengar berita telah beredar video panas si Bulha dari Partai Bengkuang Terong. Selain itu, namanya bolak-balik disebut oleh saksi-saksi kunci di KPK dalam kasus korupsi tender pembangunan 100 pelabuhan baru di Indonesia. Gosipnya sebentar lagi dia akan ditetapkan sebagai tersangka.

Chauvinisme

Iya, dialog dan cerita di atas itu cuma fiksi, karangan saya sendiri. Tidak jarang dialog seperti itu terdengar di telinga saya. Mereka yang mencaci maki kelakuan anggota DPR, mereka jugalah yang memilih anggota-anggota DPR yang tidak kompeten itu hanya atas dasar kesamaan SARA. Entah satu suku, satu agama, satu kelompok di ormas, tetangga rumah, dll. Contoh di atas saya gunakan suku Batak. Tinggal ganti saja Batak ini dengan kelompok lain. Bisa diganti Betawi, China, Padang, Ambon, Bugis, dll. Atau bisa diganti “Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konghucu”. Kalau tidak salah hal seperti ini bisa disebut chaunivisme, fanatik berlebihan terhadap suatu kelompok.

Tapi memang ini berhubungan dengan naluri alamiah manusia. Jika kelompok Nanas berada di tengah-tengah mayoritas kelompok Kangkung, maka kelompok Nanas akan cenderung memilih anggota mereka sendiri sebagai perwakilan. Karena, orang yang dipilih ini, separah-parahnya dia, pasti tidak akan mungkin membiarkan kelompok Nanas “ditindas/disepelekan/diacuhkan” oleh kelompok Kangkung, karena dia sendiri kelompok Nanas.

Walaupun kenyataannya yang terjadi  adalah, terlepas siapa yang mayoritas, entah Kangkung atau Nanas, perwakilan dari kelompok Nanas dan Kangkung ini sama-sama tertangkap KPK, sama-sama beredar video/foto panasnya, sama-sama ingkar janji, dan bobo-bareng waktu sidang paripurna.

Kalau kita juga seperti si A dan B di dialog di atas. Maka kelakuan anggota DPR itu ya salah kita.

CATATAN: Pengen tahu kenapa Bulha dari PBT ingin jadi anggota DPRD? Ini alasannya.