Tag: karir

Karir, Jalan Tol dan Google Maps

Perjalanan Tol BSD Bintaro – SCBD

Saya bertemu dengan banyak teman semasa sekolah. Bertemu lagi dengan banyak teman semasa kuliah. Lalu setelah bekerja secara profesional selama lebih dari 10 tahun saya bertemu lagi dengan banyak teman dari dunia profesional.

Dari banyak teman-teman ini, saya melihat banyaknya perubahan karir seseorang. Sama seperti halnya ketika saya melihat banyaknya kendaraan yang saling berpacu sejak di jalan tol dalam perjalanan menuju kawasan SCBD, Jakarta.

Privilege privilege …

Betul, di jalan pun tidak semua orang memulai dengan kondisi yang sama. Walaupun sama-sama mengendarai mobil, ada yang pakai mobil tua, ada yang pakai mobil ukuran kecil tapi CC nya besar, ada yang pakai mobil elektrik, dsb. Semua punya kelebihan kekurangan. Itulah privilege bawaan sebelum masuk tol. Seperti juga setiap orang bisa jadi kuliah di jurusan dan kampus yang sama, tapi dengan latar belakang keluarga dan ekonomi yang berbeda jauh. Ada yang orang tua nya berpangkat, ada yang petani, ada yang PNS, ada yang pengusaha sukses, tapi ada juga yang yatim piatu.

Masuk Tol

Berangkat menuju SCBD. Masuk gerbang tol, pilihan gerbang ada banyak. Kita anggap semua akhirnya memilih gerbang tol masing – masing. Mulai dari “nol”, walaupun dengan mobil yang berbeda-beda. Karena jalan bebas hambatan, faktor jenis mobil tentu berpengaruh. Tetapi cara berkendara di jalan tol pun sangat berpengaruh. Mereka yang mengendarai Mercedez Benz tapi sambil asik main TikTok bisa jadi mengalami kecelakaan. Akhirnya mereka akan terjebak di tol dan akan terlambat dibanding dengan mereka yang mengendari Suzuki Baleno tahun 2001.

Tapi yang paling sadis (dan ini sering juga terjadi), ada juga yang tidak sadar. Mengendarai Toyota Kijang tahun 90-an, mesinnya sering mogok, lampu sen tidak menyala, bensin tipis, tapi tetap menyetir sambil asik main TikTok di jalan tol. Celaka besar.

Inilah analogi masa-masa kuliah.

Keluar Tol

Keluar tol seperti Exit Tol Ciledug itu tanpa gerbang khusus. Jadi tidak semua mobil bisa keluar bebarengan. Apa yang terjadi selama di jalan tol tadi sangat menentukan. Satu per satu mobil keluar tol, dan masuk ke jalan umum, melanjutkan perjalanan menuju SCBD.

Inilah masa masuk dunia kerja. Tidak semua memulainya bersamaan.

Jalan Raya

Untuk yang biasa lewat jalan Ciledug Raya (Jakarta Selatan), pasti familiar dengan macetnya di kala pagi hari. Mobil-mobil yang sudah keluar tol pukul 9.00, mungkin belum beranjak jauh di pukul 9.30. Karena inilah dunia nyata. Aturan dan keleluasaan di jalan tol tadi sudah tidak berlaku.

Suzuki Baleno tahun 2001 yang sudah keluar tol sejak pukul 9.00 bisa jadi akan tersusul juga oleh Tesla yang baru keluar tol pukul 9.30. Bukan cuma karena mesin mobil yang lebih canggih, power steering yang lebih nyaman, dll. Abang-abang ojek yang suka menyalip dan muncul dari antah berantah akan sangat berpengaruh. Atau bisa jadi ada angkot yang tiba-tiba berhenti lama untuk menunggu penumpang naik, membuat Baleno tua tadi makin terlambat.

Ketika Tesla dan Baleno tua ini sudah sejajar pun, karakter mengemudi sangat berpengaruh. Ketika sudah sejajar, lalu 2 jalur menjadi 1 jalur di sekitar Carrefour Kebayoran Lama, apakah pengemudi Tesla dan Baleno mau sama-sama ngotot?

Pengemudi Baleno bisa saja berpikir “Ah, mobil tua gini, gak takut gue lecet..” Tapi pengemudi Tesla juga bisa berpikir “Ah, mobil gue pake asuransi gini. Lagian kalo masuk bengkel gue masih ada mobil lain”.

Jika salah satu ada yang mengalah, lalu tertinggal, mereka mungkin akan bertemu lagi dan sejajar lagi di lampu merah. Ini karena ada begitu banyak lampu merah yang harus dilalui menuju SCBD. Atau bisa jadi mereka akhirnya bisa saling menyusul karena salah satu dari mereka menggunakan Google Maps dan bisa menemukan jalur alternatif.

Seperti itu pulalah dunia kerja. Karakter kita, cara kita menghadapi situasi dan proses kreatif untuk menemukan “jalur alternatif” itu juga berpengaruh.

Semesta

Dengan perjalanan di atas, saya melihat beberapa pengemudi yang membawa jenis kendaraan yang berbeda-beda punya kemungkinan yang relatif sama untuk tiba di SCBD tepat waktu. Jadi apakah artinya “perjalanan” untuk semua orang itu adil?

Adil sulit untuk saya terapkan di sini, karena definisi adil tiap orang pun berbeda.

Tapi memang ada saja Tesla yang keluar dari Exit Tol Ciledug pukul 9.30, selalu mendapatkan lampu hijau di setiap persimpangan, tidak bertemu dengan ojek berandalan atau truk besar, jadi bisa tiba di SCBD pukul 9.50. Padahal nyetirnya sambil main TikTok.

Di satu sisi, ada juga Baleno tua yang sudah keluar tol pukul 9.00, mulus juga selalu bertemu lampu hijau, tidak ada ojek berandalan atau truk besar. Tapi tetap tiba di SCBD terlambat, pukul 10.15. Kenapa? Karena tepat di persimpangan masuk SCBD ada truk semen yang mundur tiba-tiba sehingga menyenggol kendaraan lain dan membuat jalanan macet total.

Tapi itulah cara semesta bekerja. Suka tidak suka.

Ganti Tujuan

Ketika memasuki perempatan Bulungan, dan kendaraan lain yang tadinya sejajar tidak kelihatan, mungkin sudah bisa ditebak siapa yang akan sampai di SCBD duluan. Tapi siapa sangka, justru di saat-saat terakhir kendaraan lain itu malah berhenti di Gunawarman. Karena tujuannya memang ke situ, kita saja yang berasumsi bahwa kita sama-sama menuju SCBD.

Memang idak jarang saya lihat orang-orang mengubah tujuannya. Awalnya memang semua menuju SCBD. Tetapi belakangan masing-masing ada yang berbelok ke tujuan yang berbeda. Walaupun tadi melewati jalan tol yang sama dan bergantian saling mendahului sebelum lampu merah.

Begitu juga dalam karir. Tidak semua orang akhirnya berambisi untuk selalu naik jabatan hingga menduduki posisi paling puncak. Ada yang lebih memilih ritme kerja yang stabil ketimbang posisi yang lebih tinggi. Pilihan klasik juga seringkali jadi pertimbangan: Antara pemasukan yang semakin besar, atau menjaga work-life balance.

Google Maps

Fitur simulasi di Google Maps itu luar biasa. Kita bisa memperkirakan jalur yang akan kita ambil berikut estimasi waktu tempuhnya.

Dalam karir saya rasa itu perlu juga. Tentukan tujuan, lalu estimasi jalurnya. Setelah itu pilihlah salah satu jalur, mulai perjalanan dan beradaptasi lah di jalan. Perbaiki terus sikap dalam berkendara, memilih waktu yang tepat untuk berganti jalur, dan tidak perlu kecewa ketika bertemu lampu merah. Perjalanan harus tetap dilanjutkan.

Tidak salah untuk membuka kembali “Google Maps” ketika jalanan macet, saat berhenti di lampu merah, atau bahkan ketika sudah tiba di parkiran SCBD. Tidak hanya untuk mencari jalur alternatif menuju SCBD, tapi juga untuk memastikan kembali, apakah memang kita mau menuju SCBD?

Tentang Mengambil Keputusan

It’s also important to act quickly rather than overthink decisions, according to a study by Saras D. Sarasvathy of the University of Virginia’s Darden School of Business. Sarasvathy posits that one common behavior of serial entrepreneurs is their tendency to act rather than overanalyze.

https://medium.com/frankly-speaking/frankly-speaking-how-i-found-purpose-38fe929e70bb

Karir 25 – 30

imageDi umur sekitar 25-an sampe awal 30-an itu sepertinya masa – masa dimana banyak orang bertanya – tanya tentang pilihan karirnya. Pertanyaan – pertanyaan berikut sering terlontar dari beberapa teman – teman saya : Apakah saya bahagia dengan pekerjaan ini? Apakah sebaiknya saya mengikuti passion saya saja ya? Apakah lebih baik saya fokus pada hobi saya dan meninggalkan pekerjaan saya yang membosankan (walaupun bergaji tinggi)? Apakah ini saatnya saya membangun startup? #uhuk

*sebagian yang lain fokusnya beda sih : Kapan ya saya dapat jodoh? Saya mau nikah, tapi baiknya tahun ini atau tahun depan ya? dsb (well, tiap orang tentu punya prioritas masing – masing..)

Untuk urusan karir, tanya jawab di Quora ini bisa jadi referensi yang bagus (atau bisa juga membuat anda menjadi tambah galau) Hehe.. Selamat membaca..

TAUTAN : http://www.quora.com/Career-Advice/At-age-25-would-you-pursue-a-good-paying-corporate-job-that-makes-you-unhappy-or-a-hobby-that-makes-you-happy-but-has-no-guarantee-to-pay-the-bills

[Sumber gambar ]

Spesialisasi di Industri Web (Indonesia)

Membuat website itu sendiri paling basicnya, sudah butuh beberapa teknologi, sebut saja :

  • Web server (Apache/Nginx/Tornado, dll)
  • Database server (MySQL/CouchDB/MongoDB, dll)
  • Server side programming (PHP/Python/Ruby, dll)
  • HTML

Jadi.., untuk bisa bikin satu web utuh, anda harus memahami 4 jenis teknologi itu. *Eh, ini konteksnya menggunakan tool – tool yang open ya.., bukan pake tool2 enterprise ala Visual Studio, dkk itu.. Agak beda sepertinya, CMIIW.

Nah, dulu.., kalau bisa ke-empat hal ini sudah bagus. Tapi makin lama tuntutannya bertambah. Jadi seperti ini :

  • OS (biasanya Linux, karena biasanya Apache, Nginx, Tornado dkk itu jalannya emang untuk di *NIX platform)
  • Web Server
  • Database Server
  • Server Side Programming
  • HTML
  • CSS & JavaScript

Lalu berkembang lagi jadi begini :

  • OS (ini bisa install OS, konfigurasi OS + install (compile) software + konfigurasi lho ya..)
  • Web Server
  • Database Server
  • Server Side Programming + Framework (CodeIgniter/Django/Pylons, dll)
  • HTML
  • CSS & JavaScript + JavaScript Framework (JQuery/Mootools, dll)
  • API (Facebook/Twitter, dll)

T : Beuhh.. banyak aje om?? Segitu yang harus dikuasai baru bisa jadi web progremer?

J : Ho oh..

T : Berarti rate web-developer makin lama makin tinggi dong ya? Kan spec nya makin rame aja tuh.. Read More