Tag: social media

Anak Ahensi dan Client-nya

[Ilustrasi: wetwebwork | flickr.com]

Karyawan di Digital Agency, atau biasa disebut juga “anak ahensi”, harusnya memang exist lah ya di media sosial. Client nya? Belum tentu.

Jadi, tak jarang sejak dulu saya menemukan anak ahensi suka post di medsos mereka tentang client-client mereka (#nomention pastinya).

“Eh begoo.. kalau kirim email jam 3 pagi, ya siapa yang bacaaa gembel..”

“Oh dear client, kamu kenapa ganteng banget sih hari ini *kiss kiss* ”

“Kelar meeting jam. enam. sore. Hari. Jumat. Terus mintak live website nya Senin. Bunuuhh aja gueee…!”

..dsb

Di jaman itu sih, tak banyak client yang beredar di media sosial. Punya akun Twitter aja sudah oke. Jadi sangat kecil kemungkinan post-post itu kebaca sama clientnya. Amanlah bree..

Tapi makin kesini, baik client maupun anak ahensinya, sama-sama eksis di media sosial. Kenapa? Karena banyak juga yang di client-client itu tadinya juga anak ahensi. Kebalikannya juga ada sih, yang tadinya di client, sekarang di ahensi. Ada yang malah bener-bener pindah dari client ke ahensi nya sendiri. Ini agak-agak epic sih. Saya gak sempat cek, tapi harusnya ada lah yang post begini ya:

“Si gembel mantan client, sekarang.. jadi.. BOS GUE..!! *icon nangis*”

Nah, karena keduanya (client dan anak ahensi) sama-sama beredar di media sosial, apakah postingan-postingan seperti di atas hilang? Ya gak lah. Namanya juga medsos, tempat mengumpat, nyinyir, atau berbagi momen bahagia ketemu sama si client yang cantik jelita. *ehm*.

Jadi sekarang apakah client-client nya itu gantian bakal post tentang ahensi-ahensinya tadi? Di Path sih ada, tapi itu kan private. Kalau di Twitter saya belum lihat.

Seru sih ya kalau clientnya ex anak ahensi, selebtwit pulak, terus anak ahensinya juga eksis di medsos. Terus keduanya saling ngomongin. Jadi twitwar nomention-nomention gitu deh. Kaya sesama selebtwit yang baru putus gitu.. *eh*

“Client gembel minta gw dtg k kantornya jam 4 sore. Harus. Pakek ASAP. Tp mintanya via email. Sapa yg baca coba.”

“Ahensi ngehek, yakin mobile appsnya udah diupdate, malah ngupload versi alpha. Gk baca email pulak.”

“Emang ada sih tipe2 org yg ngasih approval tanpa ngecek dulu. *sigh..*”

“Ada loh orang yang kerjanya cuma nyicip masakan, tapi gak tau kalau makanannya mentah.”

Gitu aja terus, sampai Farhat Abbas jadi presiden.

**kalau ngerasa nyambung dengan tulisan ini, mungkin cocok juga baca ini.

Jokowi Koruptor dan Prabowo Antek Asing

“Nabok Nyilih Tangan” ini istilah dalam bahasa Jawa, tapi sepertinya sudah umum diketahui masyarakat secara nasional. Belakangan (atau mungkin dari dulu kali ya), ini sering sekali dilakukan media-media online.

Kalau kita ambil contoh kasus sewaktu Pilpres 2014 kemarin, media-media online itu tidak jarang memberikan judul sensasional dengan isi yang sebenarnya tidak sesuai substansi judulnya. Ilustrasinya seperti ini:

Judul: “Jokowi itu koruptor !”
Isinya: .. ujar tukang ojek yang biasa mangkal di Tanah Abang

Judul: “Prabowo itu antek asing !”
Isinya: ..ujar abang-abang penjual mie ayam di depan kampus Moestopo

Saya enggak tahu sih tujuannya apa. Entah mereka memang sekadar cari trafik (iya, bisnis media online itu kejam), atau memang media-media ini sedang melakukan framing (nabok nyilih tangan tadi).

Beberapa kali saya baca di kolom komentar, ada juga yang sadar. Kurang lebih isi komentarnya, “Ah.., kalau mau ngomongin jelek-jelek tokoh politik satu ini, pasti elo (si media online), ngutip kata-kata si pengamat satu ini. Dia kan emang benci sama do’i..”.

Dengan ramainya social media seperti sekarang, seringkali orang-orang hanya meng-capture judulnya, lalu mem-forward-nya kemana-mana. “Tuh.. Ini resmi loh di media X, Jokowi itu emang koruptor..!”. “Nah kan, kalian gak percaya sih, ini headline resmi di media Y, Prabowo itu memang antek asing !”. Lalu peranglah opini publik di social media. Ya mungkin memang itu tujuannya ya.

Ada sih media online yang masih lebih pas menuliskan judulnya. Kurang lebih jadinya seperti ini:
Judul: “Tukang Ojek: Jokowi itu koruptor !”
Judul: “Penjual Mie Ayam: Prabowo itu antek asing !”

Lebih mendingan. Jadi dari awal kita tahu konteksnya. Kalau itu ucapan dari seseorang. Bukan pernyataan resmi dari media tersebut.
Catatan: “Tukang ojek”, dan “penjual mie ayam” ini tentu contoh ngasal. Pada kenyataannya sih biasanya yang ngomong adalah pengamat dari lembaga something-something, atau dosen dari kampus, atau anggota partai sebelah, dst.

Lalu kenapa judul tulisan ini malah sama aja seperti contoh-contoh di atas? 😉

Tentang Twitter Satu Arah

Saya sering membaca tulisan dari orang – orang yang berkecimpung di dunia digital, yang “mengecam” maraknya perusahaan yang menggunakan asset digital (Facebook, Twitter, YouTube), dll tetapi hanya satu arah. Menurut mereka, social media itu harusnya dua arah. Penggunaan satu arah itu, salah kaprah.. Perusahaan – perusahaan ini harusnya aktif menggunakan Facebook, Twitter dan YouTube nya untuk merespon komunikasi yang datang dari user.

Menurut saya tidak begitu. Tidak semua social-media harus dua arah. Ada beberapa tipe penggunaan social media yang satu arah saja sudah cukup. Saya fokuskan disini untuk Twitter.

Sebagai contoh, saya mengikuti akun @kompasdotcom. Alasan saya mengikuti akun ini, karena ketika saya melihat timeline Twitter saya, pada dasarnya saya ingin tahu apa yang terjadi “saat ini”. Entah itu dari lingkungan teman – teman saya, atau dunia yang saya sukai (musik, open source, dll). Nah, jika saya mengikuti akun @kompasdotcom, harapannya saya juga bisa mendapatkan informasi apa yang terjadi “saat ini” di taraf lebih luas. Saya sendiri memang berasumsi bahwa twit dari @kompasdotcom memang bertujuan untuk “hanya” menyampaikan berita saja.

Analogi saya adalah seperti ketika ada rekan kantor yang nyolek saya sambil bilang “Eh.., tau gak, tadi ada pesawat alien jatuh di Sulawesi”. Kalau saya tertarik, saya akan tanya, info darimana? Lalu rekan saya itu memberitahukan darimana dia dapat infonya. Kalau dikembalikan ke contoh akun @kompasdotcom tadi, jika saya ingin tahu lebih lanjut, saya klik link yang diberikan.

Dengan jumlah pengikut (follower) yang sampai 1juta lebih, dan dengan sistem Twitter yang “menerima input” nya hanya via “mention”, secara praktis, tidak mungkin akun Twitter @kompasdotcom tersebut menjadi media komunikasi dua arah. Semua twit yang me-mention akun @kompasdotcom akan masuk ke “tab mention”, sulit dibedakan, mana yang memberi input, cuma komentar sambil numpang RT, atau sekadar mention iseng. (para “social-media-admin” pasti mengerti ribetnya hal ini). Kecuali, kalau bentuk Twitter seperti Plurk, dimana setiap “status” ditanggapi dalam kolom komentar masing – masing “status”, ini masih agak masuk akal.

Lalu bagaimana jika ada user yang mau memberikan input ke Kompas.com via Twitter? Anggap saja, misal selama 1 jam terakhir semua link yang di-twit @kompasdotcom error semua (beneran pernah kejadian), maka akun mana yang bisa digunakan untuk menyampaikan info ini? Hmm..,kalau dulu sih saya mention akun bosnya Kompas.com, om @etaslim 😛 (maaf ya om, kalau habis ini jadi banyak yg mention).

Nah, mungkin untuk kasus di atas ini perlu dibuatkan akun satu lagi, misal : @kompas_admin. Akun @kompas_admin ini yang bertugas sebagai akun yang me-respon input dari user. Setiap mention ke akun ini, masuk ke sebuah sistem (bisa saja sesederhana forward ke email Corporate Affairs Kompas.com). Dari sistem ini, tim internal Kompas.com bisa mengekskalasi ke bagian – bagian terkait, untuk kemudian direspon lagi via Twitter. (sepertinya ribet memang, tetapi biasanya perusahaan – perusahaan besar itu memiliki protokol komunikasi yang cukup ketat, jadi maklum saja). Bagaimana pengikut akun @Kompasdotcom bisa tahu ada akun @kompas_admin? Ya selama beberapa waktu harus sering dipromosikan lewat akun @kompasdotcom. Setelah pengikutnya aware, maka tinggal diinfokan secara periodik (misal sehari 1 kali).

Jadi, Kompas.com maintain 2 akun dong? Ribet beneeeerr.. Ya dengan kondisi seperti di atas, setidaknya ini menjadi solusi. Mungkin teman – teman punya solusi yang lebih baik? Silahkan share di bawah.

CATATAN : Akun @kompasdotcom ini cuma contoh, untuk akun portal berita lainnya pun kurang lebih sama.

[disunting kembali barusan, postingnya via email, pemisah alinea nya berantakan tadi]

MindTalk.com – Social Media Baru Buatan Lokal

Sebenarnya saya sudah lama ingin menuliskan tentang ini, tapi saya cukup mengerti jika MindTalk.com sendiri saat itu memang belum ingin dipublikasikan. Tapi berhubung rekan – rekan saya disana sudah sering mempublikasikannya di Twitter mereka, saya rasa tidak apa – apa saya menuliskannya sekarang 🙂

Apa itu MindTalk.com ?

MindTalk.com adalah salah satu besutan baru dari Merah Putih Incubator (MPI) (grup yang menaungi DailySocial.net, InfoKost.net, KrazyMarket.com, LintasBerita.com, dst).  Kalau ditanya apa itu MindTalk (MT)? Penjelasan resminya ada dihalaman “About”-nya http://www.mindtalk.com/static/about. Tapi kalau versi saya MindTalk.com adalah : Twitter + Facebook Group dengan konsep seperti MIRC :D. Persisnya kaya apa? Register aja.. Ha..ha..  *nyooh skrinsutnya :

Awalnya MT adalah proyek pribadi dari Robin (@anvie – tetua tim developer), dan konsepnya sebenarnya simpel, bagaimana menghadirkan MIRC dalam versi website. Saya pernah menggunakan versi originalnya sewaktu masih bernama Digaku. (Saat tulisan ini dibuat halaman “About” MindTalk sendiri masih menggunakan nama Digaku.) Pada perkembangannya, Digaku mengalami penambahan fitur – fitur baru : profil yang lebih detail, points, upload video, like, dst.. hingga menjadi seperti saat ini dan menggunakan nama MindTalk.com.

Siapa di Belakang MindTalk.com? Read More