Tag: Website

Geliat Okezone.com – Redesign, Platform Citizen Journalism dan Forum, serta Performa Bisnisnya

Okezone.com kembali tampil dengan desain baru. Gak baru-baru banget sih, desainnya di akhir 2014 hampir-hampir mirip ini juga sepertinya. Tapi ini jelas udah jauh beda dengan desainnya di tahun 2008.

Ketika mengunjungi Okezone.com, di bagian atas kita pertama kali akan disuguhkan dengan banner raksasa. Eye catching. Tapi menurut saya terlalu besar malah. Emang lebar yang pas itu seperti di Kompas.com, Detik.com dan Liputan6.com ya. (Ini juga saya baru sadar, mereka hampir sama semua dimensi ukurannya). Tapi saya curiga mereka bisa kompak ukuran banner image-nya segede itu bukan semata-mata demi kenyamanan mata deh.

Sepanjang karir saya, saya mengurusi website. Membuat layout foto dengan ukuran wide itu tantangannya lebih ke operasional. Seringkali susah menemukan image yang cocok yang wide kaya gitu. Sampai hari ini saya pun masih kerepotan dengan hal itu. Curiga nih portal-portal berita lain juga mengalami hal ini, makanya kompak pakai ukuran banner foto segitu.

Contoh screenshot di atas itu misalnya Kenapa foto ayam (apa tikus ya?) ada 2? Karena kalau fotonya satu aja dan wide, jadinya kepotong. Atau misal Okezone sendiri deh mau beritain desain barunya. Kan harus masang screenshotnya dong. Pusing deh tuh bikin image nya biar wide gitu. Hehe.

Lewat dari banner gede itu, scroll ke bawah, tampilannya seperti di atas. Saya suka sih. No comment untuk ini. Well done. Taste designer nya oke nih.

Cuma saya belum tahu. Apakah Okezone sudah mempersiapkan satu slot khusus untuk berita yg super-breaking-news. Kalau di Kompas.com, ada tuh di bawah menu yg atas. Kalau lagi ada breaking news, akan ada satu bar baru. Di bar baru ini breaking news nya akan di post.

Kalau di salah satu portal berita di US (aduh saya lupa apa namanya), lebih gila lagi. Layoutnya bisa diatur suka-suka, besar kecil, sampai urutan kontennya. Jadi jika ada berita yang lagi mau di highlight, atau ada breaking news, bisa segera ubah layout. Dan itupun dengan layoutnya tetap “responsive”. Mumet dah front end developernya. Haha. Ini kalau bang Roy Simangunsong (bos Okezone, -ex Yahoo) denger, bisa jadi dia pengen juga tuh bikin kaya gitu. 😀

*catatan: Semua screenshoot di tulisan ini saya buat saat mengaktifkan plugin AdBlock. Jadi saya gak tahu aslinya apakah ada banner iklan berjejal di sana-sini atau tidak.

Rubik

Nah ini nih salah satu platform baru dari Okezone, namanya Rubik. Eh, beneran baru kan ya? Atau saya yang kuper?

Apa itu Rubik? Singkatnya: Kompasiana-nya Okezone. Kalau Detik kan sudah punya DetikBlog, DagDigDug punya Politikana.com, Kompas cukup sukses dengan Kompasiana-nya, maka Okezone pun gak mau ketinggalan.

Ini layoutnya dan desainnya oke sih menurut saya. Belum explore lebih dalam sih. Tapi ada satu hal yang mengganggu banget. Ketika klik salah satu tulisan, tidak akan ke load halaman baru. Tapi artikelnya ditampilkan dengan pop-up. Mungkin terinspirasi dari Beritagar.com.

Gak tau ya, kalau saya sih gak suka model begini. Gak nyaman aja. Salah satu alasannya, kalau internet sedang lambat, atau mungkin server webnya yang sedang ngadat, loading artikelnya kan jadi keputus. Terus kalau sudah gitu, mau refresh halamannya susah. Kalau kita refresh, ya yang di-reload keseluruhan halaman depannya tadi. Karena pop up gak bisa di-refresh. Alasan lain? Err.. saya lupa. Dulu beberapa kali saya alami waktu buka-buka Beritagar.com.

Platform Rubik ini sudah sewajarnya dibangun Okezone. Situs-situs di luar juga melakukan ini. Kompasiana terbukti rame (rame juga fitnah di dalamnya). Mudah-mudahan gak jadi tempat ajang fitnah seperti Kompasiana di masa pilpres kemarin. Apalagi bos besarnya MNC (pemilik Okezone) terafiliasi dengan partai.. Eh, apa sih partai dia sekarang? Udah pindah lagi kemana sekarang? Atau bikin baru ya?

Warung Kopi

Apa itu WarungKopi Okezone? Singkatnya: Kaskus-nya Okezone. Tapi Kaskus++ kali ya. Karena ada fitur yg cukup menarik yang di Kaskus (setahu saya) gak ada: Kongkow. Ntar saya bahas ya.

Mirip seperti Kaskus, di sini bisa bikin New Thread, atau istilahnya mereka “Pesen Meja”. Ada sub-sub forum. Lalu ada FJB (forum jual beli) ala Kaskus. Namanya? FJB juga. Di FJB Okezone ini nominal harga ditampilkan dengan dua digit di belakang koma. Jadi misal 1 juta, jadinya: Rp 1.000.000,00. Entah kenapa. Karena selain nyaru di mata, toh di Indonesia gak ada nominal di bawah 1 Rupiah.

Oh iya istilah buat membernya: Warkoper.

Kalau di Kaskus ada cendol, di WarungKopi adaa.. Kopi Master. Jadi kalau di Kaskus orang sering minta “ijo-ijonya dong gan”, di sini mungkin nanti jadi “minta coklat-coklatnya dong bree..”, atau “bre.., jangan lupa Torabika nya ya bree..”.

*Itu profil Sutan Bathoegana saya dapat di halaman official Tour nya Warkop ini. Nekat juga nih. Hehe. Awas.., jangan sampai nanti “Kenaaaak barang tuu…”.

Salah satu fitur di Warung Kopi ini adalah Kongkow – “Tempat Ngobrol bareng bersama artis idola secara live”. Tapi halaman Tour nya (screenshot di atas), tertulis “Hangout with Chelsea Islan”. Kenapa bukan “Kongkow bersama Chelsea Islan” aja ya? Biar align gitu.

Di Kongkow ini, bisa live chat dengan idola/artis. Nanti Warkop akan menginformasikan kapan ada sesi Kongkow (eh Hangout?) dengan idola/artis yang sudah mereka jadwalkan. Kita bisa ikutan join. Plus ada video chat juga. Tapi untuk video chat ini, kalau gak salah nanti cuma dipilih beberapa orang saja. Entahlah, saya lupa detailnya. Males buka lagi tournya, panjang cuy.. Haha.

Tour Rubik dan Warung Kopi

Nah dari tadi saya sebut soal Tour. Nah ini harus saya beri big applause buat Okezone. Di Rubik dan Warung Kopi, pertama kali kita kunjungi akan keluar pop up yang mengajak kita Tour ke dalam, melihat apa-apa saja fitur yang disajikan di dalam. Ala-ala Facebook kalau ngeluncurin fitur baru gitu. Ini bagus banget sih untuk memperkenalkan produk/platform baru. Good job.

Cuma tetep ada catatan, hehe. Di Rubik, kalau selesai Tour, terus kita pengen ngulang, saya gak nemu gimana caranya bisa ikut Tour lagi. Kalau di Warkop, menunya selalu tersedia di samping kiri.

Satu lagi, di Warkop, sewaktu saya coba, di akhir tour URL-nya malah salah, masuk ke nomor rumah paling legendaris, 404. Entahlah sekarang sudah diperbaiki atau belum.

Okezone di Masa Pilpres

Salah satu momen yang saya ingat, setelah KPU mengumumkan pemenang pilpres -breaking news paling heboh malam itu. Okezone sama sekali enggak memberitakan lho (entah kalau 1 jam berikutnya atau besoknya). Malam itu saya lihat dari atas sampai bawah, gak ada beritanya yang menyinggung soal ini. Vivanews sih masih memberitakan, tapi gak di highlight. Sayang saya gak screenshot waktu itu.

Ahh jadi inget tragedi Vivanews yang berujung manajemennya sampai pada cabut. Itu loh tragedi “sebelum ayam berkokok..” 😉

Itu memang masa-masa kelam media massa di Indonesia.

 

Okezone.com Secara Bisnis

Dulu saya pernah dengar Okezone.com secara bisnis belum begitu bagus. Kalau melihat laporan tahunan 2014 MNC Media Investment (Linktone), sepertinya masih, karena penghasilannya turun.

Revenue Okezone.com tahun 2014 (sudah termasuk VAS business-nya) adalah US$ 3,1 juta (sekitar Rp 41 miliar). Ini turun dibandingkan revenue nya tahun 2013, US$ 3,9 juta (sekitar Rp 51 miliar). Padahal laba bersih Detikcom tahun 2010 saja sudah Rp 20 miliar (laba bersih lho, bukan revenue). Target laba bersih Detikcom 2011 lebih gila lagi, Rp 40 miliar. Tapi saya gak tahu, ini akhirnya terealisasi atau tidak. Jadi gak heran kalau saya dengar kabar bang Roy mau merebut posisi Liputan6.com sebagai portal berita nomor 2 saat ini (peringkat di Alexa hari ini).

Secara kepemilikan, saya agak bingung dengan Okezone.com ini. Di laporan tahunan MNC disebutkan kepemilikannya atas Okezone adalah 99,90%. Tapi di laporan tahunan Linktone, disebutkan kepemilikannya 49,9% dipegang oleh JPMorgan Chase Bank, N.A. Sedangkan MNC International Ltd. hanya memiliki 47,7% sahamnya. Jadi sebenarnya gimana sih?

Portal Berita di Indonesia

Bagian ini sudah saya pindah menjadi tulisan tersendiri.

 

Anak Ahensi dan Client-nya

[Ilustrasi: wetwebwork | flickr.com]

Karyawan di Digital Agency, atau biasa disebut juga “anak ahensi”, harusnya memang exist lah ya di media sosial. Client nya? Belum tentu.

Jadi, tak jarang sejak dulu saya menemukan anak ahensi suka post di medsos mereka tentang client-client mereka (#nomention pastinya).

“Eh begoo.. kalau kirim email jam 3 pagi, ya siapa yang bacaaa gembel..”

“Oh dear client, kamu kenapa ganteng banget sih hari ini *kiss kiss* ”

“Kelar meeting jam. enam. sore. Hari. Jumat. Terus mintak live website nya Senin. Bunuuhh aja gueee…!”

..dsb

Di jaman itu sih, tak banyak client yang beredar di media sosial. Punya akun Twitter aja sudah oke. Jadi sangat kecil kemungkinan post-post itu kebaca sama clientnya. Amanlah bree..

Tapi makin kesini, baik client maupun anak ahensinya, sama-sama eksis di media sosial. Kenapa? Karena banyak juga yang di client-client itu tadinya juga anak ahensi. Kebalikannya juga ada sih, yang tadinya di client, sekarang di ahensi. Ada yang malah bener-bener pindah dari client ke ahensi nya sendiri. Ini agak-agak epic sih. Saya gak sempat cek, tapi harusnya ada lah yang post begini ya:

“Si gembel mantan client, sekarang.. jadi.. BOS GUE..!! *icon nangis*”

Nah, karena keduanya (client dan anak ahensi) sama-sama beredar di media sosial, apakah postingan-postingan seperti di atas hilang? Ya gak lah. Namanya juga medsos, tempat mengumpat, nyinyir, atau berbagi momen bahagia ketemu sama si client yang cantik jelita. *ehm*.

Jadi sekarang apakah client-client nya itu gantian bakal post tentang ahensi-ahensinya tadi? Di Path sih ada, tapi itu kan private. Kalau di Twitter saya belum lihat.

Seru sih ya kalau clientnya ex anak ahensi, selebtwit pulak, terus anak ahensinya juga eksis di medsos. Terus keduanya saling ngomongin. Jadi twitwar nomention-nomention gitu deh. Kaya sesama selebtwit yang baru putus gitu.. *eh*

“Client gembel minta gw dtg k kantornya jam 4 sore. Harus. Pakek ASAP. Tp mintanya via email. Sapa yg baca coba.”

“Ahensi ngehek, yakin mobile appsnya udah diupdate, malah ngupload versi alpha. Gk baca email pulak.”

“Emang ada sih tipe2 org yg ngasih approval tanpa ngecek dulu. *sigh..*”

“Ada loh orang yang kerjanya cuma nyicip masakan, tapi gak tau kalau makanannya mentah.”

Gitu aja terus, sampai Farhat Abbas jadi presiden.

**kalau ngerasa nyambung dengan tulisan ini, mungkin cocok juga baca ini.

MatahariMall.com – Bocoran Tampilan (Lagi), Engine dan Kisah Masa Lalunya

[MatahariMall.com – 22 Juni 2015, 23:50]

Beberapa waktu lalu sempat diberitakan tentang “bocoran” tampilan MatahariMall.com di Techinasia dan DailySocial. Sempat “live” sebentar, tapi link-link nya masih gak jalan. Lalu sebentar kemudian kembali ke halaman “coming soon”-nya.

Nah malam ini barusan saya iseng buka situsnya, dan keluarlah tampilan di atas. Saya sempat mengira MatahariMall.com sudah live. Tetapi ketika saya buka masing-masing link di atas, kembali ke halaman “coming soon” lagi. Ternyata beda di protokolnya. Kalau menggunakan HTTPS muncul halaman di atas, kalau hanya HTTP muncul page default nya.

Kalau diperhatikan dari screenshot di atas harusnya sih MatahariMall.com ini tampilan live saat ini ya. Karena jelas ada pesan “Selamat Berpuasa”, lalu banner gede iklan “Ramadhan Fashion Week”.

[MatahariMall.com – 22 Juni 2015, 23:50]

Kalau scroll ke bawah juga bisa dilihat ada promo Hot Deals Zenfone 2. Dan para penggemar gadget pasti paham kalau Zenfone 2 ini lagi hot-hotnya. Di toko-toko gadget populer setahu saya belum tersedia. Baru tersedia di gerai-gerai online saja. Jadi harusnya ini website yang sudah live dong ya. Hmm..

Engine MatahariMall.com

Nah, tentang engine di belakang MatahariMall.com ini sempat muncul beberapa spekulasi. Jauh-jauh hari saya dengar kabar kalau engine-nya pakai Magento, salah satu CMS E-Commerce yang populer, dan tersedia versi open-source nya. Engine ini berbasis Zend Framework (PHP). Tapi sewaktu Techinasia memberitakan tampilan MatahariMall.com yang “bocor” itu, ada yang melaporkan bahwa dia sempat melihat source code HTML nya. Dari source code nya itu terlihat bahwa engine yang dipakai adalah WordPress. Nah loh..

Ya, tidak masalah sebenarnya kalau WordPress dijadikan engine E-Commerce, banyak kok yang pakai, dan lancar-lancar aja. Tapi kalau untuk sekelas MatahariMall.com (yang di-backing-i oleh Lippo, bahkan dipegang langsung oleh trah Riyadi, ditambah dukungan dana setidaknya USD 500 juta), kayaknya gimana gitu ya kalau pakai WordPress. 😀

Nah, yang saya lihat di source code HTML-nya malam ini ternyata beda lagi. Dari pattern path nya sih sangat mirip Drupal. Sampai saya lihat ada satu line yang jelas-jelas menunjukkan mereka menggunakan CMS Drupal.

Tapi, kalau memantau dari lowongan MatahariMall.com yang beredar sih, mereka sedang mencari Senior PHP Developer dengan kualifikasi paham Magento, Zend, atau Symfony framework. Nah.. Jadi apa sebenarnya mereka memang maunya pake Magento, tapi resource SDM nya masih kurang? Atau gimana sih sebenernya?

Magento di Plasa.com

Tentang Magento ini saya perlu kasih catatan. Seingat saya, dulu, Plasa.com (waktu jadi e-commerce), sempat dibangun dengan engine custom. Frameworknya pun kalau tidak salah bikin sendiri *colek Toni ahh..*. Lalu, gegerlah berita Plasa.com mau revamp, dipimpin Shinta “BUBU” bersama Andi S. Boediman. Gelontorin dana sekian juta dollar. Dan ujung-ujungnya, engine yang sudah spesifik untuk Plasa.com itu (gosipnya) diganti dengan Magento. Daaaan.. tak lama kemudian kita sama-sama tahu Plasa.com gagal kembali.

Dulu Plasa gagal jadi email service, gagal jadi portal ala Yahoo, gagal jadi e-commerce jilid 1, gagal lagi jadi e-commerce jilid 2. Kemudian akhirnya aset milik Telkom Indonesia ini sepertinya pecah jadi 2 entiti. Plasa join dengan MSN menjadi semacam portal berita bernama PlasaMSN -belakangan berubah jadi UMSN, yang ini sepertinya lancar jaya. E-commerce nya join dengan eBay menjadi Blanja.com. Kurang heboh sih Blanja.com nya, tapi saya gak tahu detailnya gimana.

**hoiii temen-temen gue yang di UMSN dan Blanja.com, comment dong kalau baca ini. Haha.

Akankah LIPPO Mengulangi Sejarah Kelamnya?

Dulu Lippo pernah bikin LippoMall.com, ceritanya mau jadi Amazon.com kali yee. Kan se-jaman tuh. Di jaman itu jugalah gembar-gembor Astaga.com (yang walaupun pindah tangan beberapa kali, ternyata masih idup loh.., walaupun gak seheboh dulu). Nah saya kurang tahu persis kenapa, yang jelas akhirnya LippoMall.com waktu itu gagal total. Proyek bakar duit kalau kata orang. Dia bubar bersama dotcom bubble yang melanda US di sekitar tahun 2000-an.

Kali ini Lippo mengusung MatahariMall.com. Kalau kata John Riady sih, bedanya dia dengan pemain kakap lainnya yang sudah besar (Lazada.co.id, Blibli.com, Elevenia.co.id, dll), mereka punya beberapa keunggulan. Di antaranya:

  • Mereka lebih mengerti pasar Indonesia (karena sudah menjalan Matahari Dept. Store sejak kapan tahun kali ye)
  • Mereka punya katalog lebih lengkap (ya iyalah, selain Matahari Dept. Store, Lippo juga punya Hypermart)
  • Mereka mengusung konsep O2O (Online to Offline).

Nah poin 1 dan 2 sih bisa diperdebatkan lah ya. Lazada tanpa punya 1 dan 2 itu bisa gede kok. Nah soal nomor 3 ini yang saya malah jadi ragu.

Iya memang konsepnya menarik. Dengan O2O ini, kita bisa pesen barang online, terus ambil barangnya di Matahari terdekat. Saya kurang paham, apakah ini artinya barang yang bisa kita beli online tersebut hanyalah barang yang tersedia di gerai Matahari yang kita pilih? Atau kita bisa bebas beli barang apa saja, nanti pokoknya barang itu bakal bisa diambil di gerai Matahari yang kita tuju?

Kalau yang kedua yang benar, ini bukannya jadi problem logistik ya. Mereka akan kerepotan mengatur sistem logistik mereka. Ya.., bisa jadi ini sudah tertangani, toh dengan dana segede itu, plus “kabarnya” punya tim superstar di belakangnya, bukan tidak mungkin mereka mengeksekusinya dengan rapih.

Tapi tetep aja sih. Ini proyek ambisius. Sepertinya dari gembar-gembornya sampai target launching cuma sekitar 1 tahun ya? Atau saya kurang update? *padahal males googling..

Tim oke, dana oke, marketing oke, teknologi.. errr.. masih abu-abu, dan berujung pada eksekusi yang menurut saya juga masih abu-abu. Ya aku mah apalah, cuma denger gosip kanan kiri doang.

Oh iya, John Riady bilang kalau konsep O2O nya dia itu jadi andalan karena ini sudah terbukti sukses dijalankan oleh Walmart di US. Tapi dari hasil googling saya, Walmart sepertinya gak menjalankan O2O sih di US. Walmart memang menjalankan strategi O2O, tapi di China, bukan di US.

Mari kita lihat apakah LIPPO nantinya akan mengulangi sejarah kelamnya atau kali ini bakal sukses.

**Harusnya sih MatahariMall.com jadi launching tahun 2015 ini, tapi kalau ternyata MatahariMall.com gagal launching sampai akhir tahun 2015, anda saya kasih hadiah deh, voucher belanja di MatahariMall.com sebesar 50 ribu rupiah. Lumayan kan? Masa berlaku vouchernya masih panjang kok, sampai Desember 2015.

Para Gadis dan DNS Server

[Ilustrasi: Terry Chay | tychay – flickr.com]

“Eh nanti lunch di mall yuuk cyiin..”
“Yukk.. yuk.. Mumpung gue agak santai nih. Email gue sepi.”
“Jalan sekarang aja apa ya? Gue udah beres sih..”
“Yukk, cusss..”

Para gadis-gadis AE (Account Executive) sumringah bersiap berangkat ke mall. Hanya berjumlah 5 orang, mereka cukup menggunakan 1 mobil. Waktu masih menunjukkan pukul 11.15.

Tim IT yang berada dalam satu ruangan bersama mereka sibuk dengan urusannya masing-masing di laptopnya. Cuma melirik sekilas ke arah para AE lalu kembali sibuk dengan terminal console, kode HTML, atau kode-kode lain. Dasar geek.

“Cyiin.. Lo udah dapat email belum tentang materi banner yang baru?”
“Belum sih. Katanya mau dikirim siang ini.”
“Hmm.. Gue belum terima sih”

Mereka sudah kembali dari makan siang. Tim IT juga sudah duduk manis lagi. Mereka cukup puas makan di warteg belakang.

“Dikirim ntar sore juga gapapa kok. Itu materi bannernya gampang revisinya. Sepuluh menitan juga kelar ..”, salah satu tim IT menimpali.

“Waah.. thank youu Mass..!”, sahut salah satu AE girang.

Waktu menunjukkan pukul 2.30.

“Masih belum dikirim ya materi revisi banner nya?”
“Belum cyiin.. Dese’ sibuk kalik.”
“Gue sih emang seharian belum dapat email dari pagi. Ahh senang deh sekali-kali hidup gue tenang.. hehe”
“Eh, gue jugak belum ada email masuk sama sekali dari pagi”, mulai bingung
“Hah? Gue kira client gue doang yang lagi jinak. Lo semua juga gak dapat email masuk?”
“Mas, ini kenapa ya email kita?”

“Ya berarti Google nya lagi ngaco. Itu email kita host nya di Google. Ya gak bisa apa-apa kita.”, salah satu tim IT menjawab. Ia melihat laptopnya kembali. Aneh, tidak ada masalah dengan emailnya. Hmm.. Bodo’ ah. Kembali dengan kode HTML dan CSS nya.

Selang 10 menit.

“Ini aneh deh, Mas. Lo email masuk gak?” ujar salah satu AE sambil merapikan rambutnya yang terjuntai lurus seperti ekor kuda.

“Iya nih. Gue juga.”
“Gue jugak, Mas. Aneeh dehh.”

“Masuk kok. Tauk nih Google”, jawab seorang tim IT. Tapi mulai curiga. Oh iya, dia sadar, tim AE dan tim IT menggunakan alamat domain yang berbeda. Akhirnya mulai googling, apakah mungkin Google memperlakukan Google Apps for Domain berbeda-beda untuk tiap domain.

Wah, jangan-jangan DNS servernya mati lagi. Cek ke NS server domain tim AE, semua normal. Akhirnya cek ke Domain Control Panel. Matanya melotot melihat ke nameserver yang tertulis. Ohh iya.. Nameserver domain tim AE sudah bukan di server yang dia cek tadi. Kemarin malam dia menyatukan semua Nameserver di perusahaan itu ke satu tempat lain.

Eh, tapi domain yang dipakai tim IT sekarang kan menggunakan nameserver yang sama dengan domain yang dipakai tim AE. Berarti DNS server nya gak ada masalah dong. Dia ping, test NSLOOKUP, DIG. Iya bener, nyala, lancar jaya.

Ya sudah, dia mengambil gelas, hendak membuat kopi di pantry lantai satu. Selangkah kemudian terpikir. “Eh, MX record nya sudah bener kan ya?” Lalu duduk kembali.

Cek ke konfigurasi BIND, “Dyaaaaarrr…!”. Gak ada MX record sama sekali untuk domain yang dipakai para AE. Bos IT menghampiri.

“Bro, kenapa ya nih email cewek-cewek gak masuk. Gue bingung. Padahal Google Mail gak kenapa-napa tuh.”
Berbisik, “Iya bro. Kemarin kan kita jadiin semua nameserver di satu tempat. Nah gue lupa nambahin MX Record buat domain mereka. Hehe..”
Setengah berbisik, “Ahhh elahh.. Hahaha. Ngaco lo. Buruan tambahin.”

Para AE masih sibuk sendiri. Ada yang bergosip ria, ada yang BBM-an. Ada yang berkutat dengan MS Excel.

Selesai menambahkan MX Record, dia turun ke bawah. Membuat kopi.

15 menit kemudian kembali ke lantai atas.

“Gimana, masih belum ada email masuk?”, ujar si tim IT sambil berjalan ke mejanya dengan segelas kopi di tangan.

“Udaahh, Mas..!”
“Eeee.. resek nih client gue. Dia marah-marah katanya udah dikirim materi nya dari pagi, kenapa gak direvisi juga dari sekarang.. Ya mana gue tau, emang gak masuk kok emailnya. Gembel..!”
“Iya.., client gue juga. Emailnya baru masuk sekarang bilangnya dari pagi dikirim. Ya kalo urgent telpon aja nyeeeet..”

Salah satu tim IT tadi melirik bosnya, tersenyum, lalu menenggak kopinya, memasang earphone, mendengarkan lagu Rage Against The Machine, lalu kembali ke kode HTML dan CSS nya.

..semacam true story.

 

Cerita lain: Sulitnya membuat satu halaman website.

Jangan Pernah Percayakan Urusan Domain Anda ke Pihak Lain

[Gambar: India7 Network / flickr.com]

Prinsip utama ketika memiliki domain adalah, pastikan domain tersebut semaksimal mungkin berada dalam kendali anda. Jangan tergantung kepada pihak ketiga, keempat, dst.

Yang saya maksud dengan pihak ketiga, keempat dst itu adalah pihak di luar domain reseller. Jadi kalau anda bergantung dengan domain reseller semisal GoDaddy, Name.com, RumahWeb, Qwords, dkk, itu tidak apa-apa. Karena memang mau tak mau maksimal kendali kita hanya sampai di domain reseller. Namun catatannya, pastikan domain reseller nya ini juga terpercaya. Paling tidak lihat sudah berapa lama mereka beroperasi.

 Mengapa seperti itu?

Contoh saja. Suatu hari ada program yang ditujukan buat para UKM yang belum melek IT. Program ini berupa pembuatan website gratis, termasuk hosting, dan domainnya. Tapi seperti biasa, ada bintang kecil di bawahnya “Hanya untuk setahun pertama.”

Seorang pemilik UKM, Monita Amelia Bakery, berpikir, “ahh.. lumayanlah. Gratis setahun gini. Kalo tahun didepan ditagih bayar, tinggal tutup aja.”

Mendaftarlah dia. Webnya jadi, dengan alamat (misal) MonitaAmeliaBakery.com. Kebetulan di sekitar wilayahnya, Monita Amelia Bakery ini sudah cukup terkenal.

Setahun kemudian, program gratisnya selesai. Keluar daftar harga paket-paketnya jika ingin melanjutkan. Harga termurahnya adalah 5jt rupiah per bulan. Dyaarr..!

Monita Amelia Bakery bukan tidak sanggup membayar, tetapi bisa jadi layanannya tidak sebanding dengan biayanya. Dengan 5juta rupiah, hanya mendapatkan domain 1 tahun, website static maksimum 20 MB. Tidak ada email, tidak ada CMS, dll.

Oke, Monita Amelia memutuskan tidak mau melanjutkan. Website nya dibiarkan saja. Dan akhirnya otomatis di-suspend.

Setelah berbincang dengan beberapa rekannya. Ternyata dengan biaya 5 juta rupiah, dia sudah bisa mendapatkan satu website penuh berbasis wordpress, lengkap dengan domain, dan paket hosting selama 2 tahun.

Nah di sinilah Monita merasa sedih #eh. Website, hosting, dll itu gampang dipindah-pindah. Bikin ulang pun gampang. Tapi domain, di dunia ini cuma ada satu. Monita tidak bisa lagi menggunakan MonitaAmeliaBakery.com. Karena domain ini masih terdaftar di program yang dia ikutkan setahun lalu.

Akhirnya mau tak mau Monita harus membuat domain baru. Tapi jadinya susah. Misal menggunakan MonitaAmelia.com, bisa jadi sudah ada yang punya. Mau ganti MonitaAmeliaBakery.co, atau .net, .org, juga tidak mudah. Semua label kemasannya harus diganti alamatnya. Dan semua link-link di Facebook, Twitter, dll nya juga harus diganti. Intinya repot..!

 Personal

Hal yang sama juga berlaku untuk personal. Misal, ada seseorang bernama Nikuboi (ini asli saya ngarang doang). Nikuboi mau mendaftarkan domain Nikuboi.com. Lalu minta tolong dibelikan ke temannya yang sudah memiliki akun di GoDaddy. Order, setup nameserver, done.

Setahun kemudian teman anda memutuskan pindah ke luar negri. Tapi karena masalah administratif, akhirnya kartu kreditnya terblokir. Akun GoDaddy nya pun jadi bermasalah. Sementara domain Nikuboi.com sudah expired. Dyaarrr lagi..!

Intinya, jangan percayakan urusan domain anda ke pihak lain lah. Kecuali anda dan pihak lain memiliki kontrak legal. Misal, yang umum terjadi adalah antara brand dan digital agency nya. Ini wajar. Karena keduanya terikat kontrak hukum.

**walaupun, tidak sekali dua kali sih agency juga gagal mengurusi perpanjangan domain milik client, hingga akhirnya keburu lepas. Trust me, I’ve been on both sides. It happens. Jadi kalau bisa pun, tetaplah pegang sendiri.

 Inisiatif Jelek untuk UKM?

Oh iya, bukan berarti program-program domain gratis untuk UKM itu semuanya jelek. Tetapi kadang masih enggak jelas gimana status domainnya nanti kalau UKM nya tidak lagi ikut program tersebut. Program Usahawan 2.0 dari XL itu contohnya. Makanya saya masih sebut program itu setengah hati.

Web Hosting Luar Negri vs Web Hosting Lokal

Hosting Luar Negri

Jadi tiba-tiba satu blog lain yang saya manage kena suspend. Gak ada email gak ada notifikasi. Tiba-tiba saya mau post tulisan keluar pesan account di-suspend. Ini hosting luar negri. Inisial nya H.

Coba login ke portal billing, tidak bisa lagi. Coba submit ticket untuk nanya/complaint, gak bisa login juga. Aneh. Akhirnya masuk ke fitur chat support. Entah kenapa di sini bisa login.

Ternyata kata supportnya, harusnya ada email yang masuk. Akhirnya dia proses di sana agar dikirim ulang. Barulah saya terima emailnya.

Kata emailnya, account saya harus diverifikasi terlebih dahulu. Minta kirim scan ID resmi. Langsung saya kirim. Malamnya saya cek email dapat reply, dia bilang sepertinya waktu register saya via VPN / Data Center lain. Peraturan mereka gak boleh registrasi kalau via VPN / Data Center lain. Betul memang, waktu mendaftar saya sedang menggunakan proxy yang berada di luar negri. Ini karena tuntutan pekerjaan.

Anehnya, waktu registrasi, pembayaran via PayPal, dll tidak ada masalah. Kalau emang gak boleh ya kenapa gak dari awal aja sih ditolak. Ini webnya udah jalan hampir semingguan, tiba-tiba di-suspend. Dan sebelnya, data di hosting itu tidak bisa saya backup lagi. Dikonfirmasi dari team supportnya. Read More

[Update] Bagaimana Prosedur Penutupan Situs di Indonesia ?

Di negara yang sangat liberal seperti Amerika Serikat (AS) pun, masih ada payung hukum yang bisa menjadi landasan penutupan sebuah situs. Entah karena kasus kriminal, masalah hak cipta, isinya yang menyebarkan kebencian, dll. Padahal AS terkenal sangat menjaga kebebasan berpendapat. Lalu bagaimana di Indonesia?

Sejak sekitar pilpres kemarin, banyak sekali muncul media-media online yang isinya sarat dengan provokasi isu SARA. Ada yang agak halus, tapi tak sedikit yang terang-terangan. Ada yang terang-terangan mendukung kelompok atau profil tertentu, ada juga yang “pura-pura” netral tetapi menjatuhkan kelompok atau figur yang lain.

Tifatul Sembiring, menkominfo kala itu, banyak di-mention di Twitter. Banyak yang mempertanyakan mengapa kalau urusan menutup situs yang digolongkan pornografi cepat sekali, sementara untuk situs-situs fitnah tadi tidak ada tindakan? Jawaban beliau kalau saya ringkas kurang lebih “Nah, dulu saya blokir situs dicela, sekarang malah minta saya blokir situs. Hehe.” Saya lupa kalimat persisnya, coba cek saja di akun Twitter beliau. Read More

Sukamart.com dan Sikat Gigi

imageSukamart.com ramai menghiasi timeline Twitter saya beberapa hari ini. Pada dasarnya ini adalah toko semacam Indomaret, Alfa Mart, dll tapi versi online.

Mungkin ada yang komentar : “Serius? Siapa yang mau beli sikat gigi online? Di Jakarta, Indomaret / Alfa Mart ada dimana – mana, mending jalan dikit terus beli langsung dapat barangnya. Siapa yang mau pesen online, nunggu sehari dua hari cuma untuk sebuah sikat gigi?”

Oh well, saya rasa manajemen Sukamart itu juga ya ndak bodo – bodo amat lah, yang kaya gitu pasti terpikir sama mereka.

**Sikat gigi ini cuma contoh acak, bisa diganti dengan : pembalut, Indomie sebungkus, shampoo, pasta gigi, dll.

Ilustrasi

Saya coba lihat dari sudut berbeda :

Sebuah keluarga (kelas menengah ke atas) di Jakarta, biasanya melakukan belanja mingguan atau bulanan ke Indomaret/Alfa Mart/Hypermart/Carrefour/dsb. Sebelum belanja biasanya mereka sudah punya cek list untuk itu.

Belanjanya ini biasanya dilakukan di akhir pekan, atau hari libur. Nah untuk belanja bulanan / mingguan ini, otomatis waktu mereka yang bisa digunakan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga pun jadi terbuang. Iya kalau pas stock nya ada semua, kalau (misal) pembalut yang dicari habis, harus pindah lagi ke tempat lainnya. Ini ditambah kalau macet, hujan, banjir, dll (khas Jakarta dan sekitarnya lah).

Dengan adanya “retail store” semacam Sukamart ini, proses belanja bulanan / mingguannya bakal dipermudah. Cek list yang mau dibeli oleh sebuah keluarga tinggal dibeli online di Sukamart ini. Bisa dilakukan di hari kerja dari kantor, dan di akhir pekan, barang diantar ke rumah. Keluarga pun bisa jalan – jalan keluar kota.

Selain itu, (testimoni @Sherendypity) antrian di kasir yang pada tanggal – tanggal tertentu gak ketulungan, bisa terbantu juga dengan belanja online kaya gini.

Itu salah satu ilustrasi yang terpikirkan selintas oleh saya. Masih ada tentunya konsep – konsep lainnya.

Jadi kalau butuh beli sebatang sikat gigi, ya nyebrang jalan aja, cari warung terdekat, langsung beli. Tapi kalau butuh belanja bulanan, bisalah mempertimbangkan Sukamart.com ini.

[Catatan]

Bukan tulisan promosi. Saya ndak ada hubungan apa – apa sama Sukamart. Tapi kalau mereka mau bayar saya sih, ya saya ndak nolak.. Hahaha

Membuat Paspor Online di Jakarta

Ini lanjutan dari cerita sebelumnya. Setelah gagal membuat paspor di kampung halaman, akhirnya saya memutuskan untuk membuat paspor di Jakarta saja, tapi baru terlaksana 6 bulan kemudian 😛   Saya mikirnya, kalau di kampung halaman sendiri saja ribet, apalagi di Jakarta. Belum lagi kalau cari – cari info di internet banyak juga cerita ribetnya ngurus paspor.

Ok, jadi saya sebelumnya buka – buka lagi situs Imigrasi untuk mencari prosedur resminya. Dari beberapa teman ada cerita kalau daftar via online lebih cepat dan gak ribet, walaupun di internet banyak juga yang ceritanya kebalikannya.

Berikut langkah – langkah yang saya lewati kemarin :

  1. Dokumen wajib di scan dulu (inget, scan hitam putih.. dan ada maksimum size nya untuk tiap berkas, saya lupa berapa). Dokumen yang saya scan : Kartu Keluarga, KTP, Surat Rekomendasi Kantor, dan Ijazah kuliah.
  2. Sebelum mendaftar online, pastikan dulu komputer yang anda gunakan terkoneksi dengan internet (ya eyalaaah..) + printer (!), karena di akhirnya ada bagian yang harus di-print.
  3. Cari tahu juga tentang lokasi kantor – kantor imigrasi yang akan anda datangi, apa nama resminya (misal : Kanim I Kelas Khusus bla.. bla..). Nanti saya ceritain dibawah soal ini.
  4. Masuk ke situs imigrasi (http://www.imigrasi.go.id) ada menu “Layanan Paspor Online”. Saat tulisan ini dibuat sih, linknya kesini : http://ipass.imigrasi.go.id:8080/xpasinet/faces/InetMenu.jsp
  5. Pilih menu “Pra Permohonan Proposal”, isi formnya dan lanjutkan. Oh iya, saya membuat paspor yang 48 lembar. Kata beberapa teman ada negara yang tidak menerima paspor 24 lembar. Teman yang lain bilang, kalau paspor 24 lembar sekarang hanya untuk TKI. Saya enggak tahu juga kebenarannya.
  6. Di bagian upload silahkan upload masing – masing dokumen yang diperlukan.
  7. Nanti ada bagian untuk memilih kapan tanggal mau datang ke kantor Imigrasi dan pilihan kantor Imigrasinya. Tanggalnya itu H+1 lho. Wow.. cepat sekali ternyata via online. Kalau masukin manual kan harus masukkan berkas, datang lagi berapa hari kemudian.
  8. Nah terakhir akan muncul halaman yang harus dicetak. Disini tertera tanggal dan lokasi Kanim yang harus didatangi. Surat ini harus dibawa waktu kesana.
  9. Sebelum berangkat ke kantor imigrasi, pastikan anda membawa semua dokumen aslinya, bahkan yang tidak diupload. (Saya tetap bawa Akte Kelahiran, Ijazah SMP, sampe surat keterangan ijin dari ortu *biar kantor Imigrasinya gak dimarahin ortu saya kalau saya kabur ke luar negri #uhuk).
  10. Tidak perlu bawa fotokopinya, fotokopinya nanti aja di kantor Imigrasi. Soalnya biasanya ada aturan soal fotokopi ini (diperbesar dua kali lah, bolak – baliklah, dsb..)
  11. Saya pilih Kanim Jakarta Barat (di deket stasiun Kota, tepatnya deket lapangan Museum Fatahillah itu). Sampai disana sekitar jam 9 pagi.
  12. Nanya petugas untuk yang online gimana, jawabannya : “Isi formulir dulu mas.., formulirnya di sebelah, gratis kok”. Sampai disini saya mulai skeptis.. Kan sudah input data online, kok ngisi form manual lagi? Wah.. jangan – jangan ini jadinya harus masukin manual. Saya telpon seorang teman, soalnya ceweknya pernah bikin paspor online. Ternyata jawabannya bikin lebih was – was. Setelah mereka datang ke kantor Imigrasi Jakarta Selatan, petugasnya bilang kalau sistemnya lagi gak bisa diakses atau apalah gitu, intinya gak bisa aja. Jadi harus proses manual lagi. Read More

Di Startup, Enggak Ada Teknologi yang Terlalu Canggih

[Ini adalah guest post dari Sherief Mursjidi (CTO dari Merah Cipta Media)]

Saya menulis ini karena salah seorang dari inisiator startuplokal baru-baru ini post di twitter hal yang menurut saya tidak mendukung startup dan kreatifitas, jadi ingat dulu juga beberapa orang dari inisiator startuplokal, termasuk orang yang sama, post di twitter juga untuk hal yang sama, walaupun yang di post agak berbeda.

Menurut saya di dalam startup tidak ada teknologi yang terlalu canggih atau berlebihan maupun ketinggalan jaman, selama tim sepakat, menguasai dengan baik dan nyaman menggunakannya, bisa langsung bikin proof of concept, dan bahkan bisa meluncurkan produk lebih cepat. Ya, daripada harus menggunakan teknologi lain yang mungkin harus dipelajari dulu karena menurut beberapa ‘mentor’ itu teknologi yang sekarang dipakai terlalu canggih atau ketinggalan jaman. Karena harus diingat, ide kita bisa aja dibuat oleh orang lain juga kalau kita tidak cepat.

Berdasarkan pengalaman saya kerja bareng beberapa startup, semua produk bakal berevolusi sesuai kebutuhan, pada evolusi itulah kita jadi tahu kelemahan dari teknologi yang digunakan saat itu, karena itu kita melakukan optimasi, atau bahkan beberapa bagian kita ganti teknologinya ke yang lebih cocok, that’s where the fun part, learn something new or amazed by what we have missed.

Bahkan Twitter, karena yang di post adalah soal Twitter, memang masih menggunakan MySQL sebagai database mereka, walaupun tidak semua bagian, bukan berarti mereka tidak mencoba teknologi lain, bahkan sampai mereka akhirnya membuat FlockDB dan Gizzard untuk membantu kinerja MySQL itu juga hasil evolusi. Dan jangan lupa, Twitter juga menggunakan Cassandra, Hadoop dan Vertica untuk bagian lain itu juga karena  setelah menemukan kelemahan dari teknologi yang digunakan saat ini. Saya yakin Facebook pun melakukan hal yang sama, bahkan Facebook membuat beberapa compiler untuk membantu kinerja kode program dan database.

Untuk para ‘mentor’ itu, karena saya menghormati mereka dan banyak orang melihat mereka, mungkin ada baiknya untuk melihat lagi esensi dari startup yang mereka sendiri angkat, yang menurut saya, do with what you have now, technology, time and money and have fun.

Thanks buat Okto, sudah dibolehin numpang nulis di blog-nya 🙂

[Tambahan dari saya ]

Kalau menurut saya pribadi, intinya penggunaan teknologi itu balik lagi ke tim foundernya. Kalau memang sanggup, ya monggo, silahkeun. Sanggup disini dalam artian timnya memang benar – benar mengerti apa yang dilakukan (sampe ke dalam – dalamannya, bukan cuma pengguna tool). Lebih baik lagi kalau tim foundernya itu adalah kontributor dari tool opensource yang dia pakai.

Disclaimer : Saya pernah memiliki hubungan kerja dengan MCM

Tentang Twitter Satu Arah

Saya sering membaca tulisan dari orang – orang yang berkecimpung di dunia digital, yang “mengecam” maraknya perusahaan yang menggunakan asset digital (Facebook, Twitter, YouTube), dll tetapi hanya satu arah. Menurut mereka, social media itu harusnya dua arah. Penggunaan satu arah itu, salah kaprah.. Perusahaan – perusahaan ini harusnya aktif menggunakan Facebook, Twitter dan YouTube nya untuk merespon komunikasi yang datang dari user.

Menurut saya tidak begitu. Tidak semua social-media harus dua arah. Ada beberapa tipe penggunaan social media yang satu arah saja sudah cukup. Saya fokuskan disini untuk Twitter.

Sebagai contoh, saya mengikuti akun @kompasdotcom. Alasan saya mengikuti akun ini, karena ketika saya melihat timeline Twitter saya, pada dasarnya saya ingin tahu apa yang terjadi “saat ini”. Entah itu dari lingkungan teman – teman saya, atau dunia yang saya sukai (musik, open source, dll). Nah, jika saya mengikuti akun @kompasdotcom, harapannya saya juga bisa mendapatkan informasi apa yang terjadi “saat ini” di taraf lebih luas. Saya sendiri memang berasumsi bahwa twit dari @kompasdotcom memang bertujuan untuk “hanya” menyampaikan berita saja.

Analogi saya adalah seperti ketika ada rekan kantor yang nyolek saya sambil bilang “Eh.., tau gak, tadi ada pesawat alien jatuh di Sulawesi”. Kalau saya tertarik, saya akan tanya, info darimana? Lalu rekan saya itu memberitahukan darimana dia dapat infonya. Kalau dikembalikan ke contoh akun @kompasdotcom tadi, jika saya ingin tahu lebih lanjut, saya klik link yang diberikan.

Dengan jumlah pengikut (follower) yang sampai 1juta lebih, dan dengan sistem Twitter yang “menerima input” nya hanya via “mention”, secara praktis, tidak mungkin akun Twitter @kompasdotcom tersebut menjadi media komunikasi dua arah. Semua twit yang me-mention akun @kompasdotcom akan masuk ke “tab mention”, sulit dibedakan, mana yang memberi input, cuma komentar sambil numpang RT, atau sekadar mention iseng. (para “social-media-admin” pasti mengerti ribetnya hal ini). Kecuali, kalau bentuk Twitter seperti Plurk, dimana setiap “status” ditanggapi dalam kolom komentar masing – masing “status”, ini masih agak masuk akal.

Lalu bagaimana jika ada user yang mau memberikan input ke Kompas.com via Twitter? Anggap saja, misal selama 1 jam terakhir semua link yang di-twit @kompasdotcom error semua (beneran pernah kejadian), maka akun mana yang bisa digunakan untuk menyampaikan info ini? Hmm..,kalau dulu sih saya mention akun bosnya Kompas.com, om @etaslim 😛 (maaf ya om, kalau habis ini jadi banyak yg mention).

Nah, mungkin untuk kasus di atas ini perlu dibuatkan akun satu lagi, misal : @kompas_admin. Akun @kompas_admin ini yang bertugas sebagai akun yang me-respon input dari user. Setiap mention ke akun ini, masuk ke sebuah sistem (bisa saja sesederhana forward ke email Corporate Affairs Kompas.com). Dari sistem ini, tim internal Kompas.com bisa mengekskalasi ke bagian – bagian terkait, untuk kemudian direspon lagi via Twitter. (sepertinya ribet memang, tetapi biasanya perusahaan – perusahaan besar itu memiliki protokol komunikasi yang cukup ketat, jadi maklum saja). Bagaimana pengikut akun @Kompasdotcom bisa tahu ada akun @kompas_admin? Ya selama beberapa waktu harus sering dipromosikan lewat akun @kompasdotcom. Setelah pengikutnya aware, maka tinggal diinfokan secara periodik (misal sehari 1 kali).

Jadi, Kompas.com maintain 2 akun dong? Ribet beneeeerr.. Ya dengan kondisi seperti di atas, setidaknya ini menjadi solusi. Mungkin teman – teman punya solusi yang lebih baik? Silahkan share di bawah.

CATATAN : Akun @kompasdotcom ini cuma contoh, untuk akun portal berita lainnya pun kurang lebih sama.

[disunting kembali barusan, postingnya via email, pemisah alinea nya berantakan tadi]

Spesialisasi di Industri Web (Indonesia)

Membuat website itu sendiri paling basicnya, sudah butuh beberapa teknologi, sebut saja :

  • Web server (Apache/Nginx/Tornado, dll)
  • Database server (MySQL/CouchDB/MongoDB, dll)
  • Server side programming (PHP/Python/Ruby, dll)
  • HTML

Jadi.., untuk bisa bikin satu web utuh, anda harus memahami 4 jenis teknologi itu. *Eh, ini konteksnya menggunakan tool – tool yang open ya.., bukan pake tool2 enterprise ala Visual Studio, dkk itu.. Agak beda sepertinya, CMIIW.

Nah, dulu.., kalau bisa ke-empat hal ini sudah bagus. Tapi makin lama tuntutannya bertambah. Jadi seperti ini :

  • OS (biasanya Linux, karena biasanya Apache, Nginx, Tornado dkk itu jalannya emang untuk di *NIX platform)
  • Web Server
  • Database Server
  • Server Side Programming
  • HTML
  • CSS & JavaScript

Lalu berkembang lagi jadi begini :

  • OS (ini bisa install OS, konfigurasi OS + install (compile) software + konfigurasi lho ya..)
  • Web Server
  • Database Server
  • Server Side Programming + Framework (CodeIgniter/Django/Pylons, dll)
  • HTML
  • CSS & JavaScript + JavaScript Framework (JQuery/Mootools, dll)
  • API (Facebook/Twitter, dll)

T : Beuhh.. banyak aje om?? Segitu yang harus dikuasai baru bisa jadi web progremer?

J : Ho oh..

T : Berarti rate web-developer makin lama makin tinggi dong ya? Kan spec nya makin rame aja tuh.. Read More